orang beriman selalu mendapat ujian allah apakah kamu pernah mengalami

Allahakan menguji setiap orang yang mengaku atau menyatakan bahwa dirinya telah beriman, dengan dua macam ujian, yaitu ujian dengan kejadian yang buruk dan kejadian yang baik sebagaimana disebutkan Alah dalam surat al Anbiya 35 35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
OrangBeriman Selalu Mendapatkan Ujian Allah Apakah Kamu Pernah Mengalami Jelaskanorang Beriman Selalu Mendapatkan Ujian Allah Apakah Kamu Pernah Mengalami Jelaskan Jawaban: #1: Jawaban: makhluk Allah memang makhluk yang lemah. Allah dapat munguji mereka agar mereka bersabar dan ikhlas menjalani masalah yang dihadapinya. Penjelasan:
loading...Ujian sebagai ciri disayang Allah Taala, bisa dalam bentuk musibah atau kebahagiaan, agar manusia senantiasa selalu bersyukur dan taat kepasaNya. Foto ilustrasi/ist Muslimah, sejatinya Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan ujian kepada manusia untuk melihat seberapa besar kemampuan manusia dalam menjalani dan melewati permalahan hidup tersebut. Ibarat sebuah ujian di sekolah, dimana guru memberikan lembar soal ujian yang bertujuan agar siswa mampu memecahkan permasalahan, kemudian hasilnya akan dinilai oleh guru hingga di akhir semester. Hal tersebutpun sama dengan ujian hidup, Allah SWT memberikan ujian kepada manusia untuk mengetahui setiap kemampuan hamba-hamba-Nya dalam memecahkan permasalahan hidup, baik masalah harta, anak, keluarga, tempat kerja , ataupun masalah-masalah lainnya. Baca Juga Allah Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan sungguh, Kami benar-benar menguji kalian dengan sedikit dari rasa takut, lapar, krisis moneter, krisis jiwa dan krisis kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, Innalilahi wa ina ilaihi rajiun Kami milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kami akan kembali’. Mereka lah orang-orang yang mendapatkan keberkahan dan kasih sayang dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk,” QS. Al Baqarah 155-157.Bahkan Nabi Shallallahau alaihi wa sallam bersabda “Sungguh, besarnya pahala bersamaan dengan besarnya cobaan. Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang rela, maka baginya ridha-Nya, dan barang siapa yang benci, maka ia akan mendapatkan kebencian-Nya,” HR. At Tirmidzi. Baca Juga Mengutip beberapa sumber, ada beberapa hikmah yang dapat kita ambil pelajaran apabila kita ditimpa musibah atau ujian hidup, di antaranya1. Berdasarkan hadis Nabi SAW diatas yang berbunyi, “…Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. ..”. Maka hal ini menandakan bahwa setiap ujian manusia terima adalah sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada Dengan adanya ujian hidup membuat diri kita semakin bersabar. Sebagaimana dalam firman Allah SWT “Adakah kalian mau bersabar?”,QS. Al Furqon 20. Artinya bahwa Allah memberikan ujian itu ingin melatih kebiasaan kita agar belajar Melatih kita untuk belajar bersyukur. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah SWTوَاِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَٮِٕنۡ شَكَرۡتُمۡ لَاَزِيۡدَنَّـكُمۡ‌ وَلَٮِٕنۡ كَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِىۡ لَشَدِيۡدٌ‏"Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat beraQS. Ibrahim 7. Baca Juga Sedangkan tanda-tanda ketika manusia diberi ujian sebagai tanda kasih sayang Allah kepadanya, antara lain1. Mendapat cobaan dan musibahJangan berpikir bahwa hamba yang diberikan cobaan terus menerus artinya Allah membencinya. Justru hamba yang diberikan kesenangan dan harta melimpah secara tidak langsung juga diuji. Padahal ujian yang lebih sulit sebenarnya adalah menjaga titipannya seperti halnya harta. Hal ini dijelaskan dalam firman – Nya surat Al Anbiya ayat 35, penjelasannya sebagai berikut “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” al – Anbiya’ 352. Terjaga dari kehidupan duniaAllah akan senantiasa menjaga hamba – hamba – Nya yang beriman dan bertakwa di dunia. Tidak akan membiarkan terjerumus dalam kemaksiatan. Dan selalu menjaga hamba tersebut dengan ketentraman dan juga ketenangan hati. Baca Juga
Setiapmanusia yang Allah cipta sentiasa akan diberi musibah, ujian atau masalah hidup didunia yang sementara ini. Tipu jika seseorang itu berkata yang dia tidak pernah ditimpa musibah. Setiap orang ada masalahnya tersendiri, Allah uji dengan berbagai-bagai ujian tetapi sebabnya adalah sama. Hadapi setiap ujian yang mendatang dengan tenang..
Jawabanya setiap manusia pasti mendapatkan ujianPenjelasanseperti halnya sekolah, ujian hidup manusia juga biar manusia tersebut naik kelas JawabanSaya termasuk orang yang beriman kepada Allah sehingga dalam hidup ini saya sudah pasti pernah mendapatkan ujian dari orang beriman kepada Allah kita harus selalu bertawakal kepada Allah. Pada saat kita mendapat cobaan dari Allah dalam menjalaninya dengan sabar, tidak mengeluh, selalu optimis dan berdoa kepada Allah supaya kita diberi kekuatan untuk menjalani cobaan dari Allah. Karena semua cobaan yang Allah berikan sebenarnya sesuai dengan kadar kemampuan membantu ^⁠^
Jawaban: saya termasuk orang yang beriman kepada Allah sehingga dalam hidup ini saya sudah pasti pernah mendapat ujian dari Allah. hal ini karena tidak ada satupun orang yang beriman kepada Allah yang tidak mendapat ujian dari Allah. bahkan nabi dan rasul utusan Allah juga mendapat ujian dari Allah.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”Al- Qur’an telah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi teladan yang baik. Patut dicontoh dan ditiru sikap hidup serta perjuangannya. Perjalanan dan riwayat Nabi Muhammad SAW perlu dipelajari untuk dijadikan contoh teladan oleh umat manusia pada umumnya dan oleh kaum muslimin pada khususnya. Beliau telah memperlihatkan sikap dan tindakan berani dalam perjuagan mengembangkan dan mempertahankan agama, terutama dalam menghadapi saat-saat yang genting. Dengan penuh kesadaran beliau melalui peristiwa-peristiwa dan pengalaman pahit dengan tiada mengenal mundur atau berhenti separuh jalan. Semoga lantunan shalawat selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad dengan sikap hidup dan akhlak Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan beliau, ketika ditanyakan kepada Aisyah istri Nabi, dijawabnya dengan singkat dan tepat, bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur’an, segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan dalam Al-Qur’an berkenaan pada diri dibandingkan dengan umat muslim sekarang, khususnya di Negara kita Indonesia, akhlak merupakan hal yang paling minim yang dimiliki oleh umat Islam. Lihat saja, begitu banyak orang Islam yang ber-KTP Islam, namun pada kenyataannya ia adalah perampok, pencuri, NAPI, koruptor, dan sejenisnya. Di sisi lain, Al-Qur’an terkadang menjadi kitab suci yang tersimpan rapi di dalam lemari, hampir tak tersentuh sama sekali. Lalu, apakah yang menyebabkan umat Islam di zaman sekarang seperti itu? Apakah cerita-cerita dan kejadian masa lalu Nabi Muhammad SAW tidak teramalkan di zaman sekarang? Atau malah metode-metode pendidikan keteladanan yang salah atau tidak tepat?Baiklah. akan bahas tuntas bacaan Surah Al-Ahzab ayat 21 latin beserta terjemahan dan tafsirnya. Silakan disimakBacaan Surah Al-Ahzab Ayat 21 Latin Beserta TerjemahannyaBerikut bacaan Surah Al-Ahzab ayat 21 latin beserta terjemahannya. Silakan dicermati dengan seksama untuk kemudian dihapalkan Penyemangat telah menyiapkan bacaan latin lengkap dengan panjang pendek bacaan. Adapun bila ditemukan huruf "a" yang dobel menjadi "aa" artinya bacaan tersebut memiliki panjang 2 كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا [ الأحزاب21]Bacaan latinLaqod kaana lakum fii rosulillahi uswatun hasanah. Liman' kaana yarjullaahi walyaumal akhiri wa dzakarallaaha telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al Ahzab21]Tafsir Kata-kata Penting dan Munasabah QS Al-Ahzab Ayat 21Tafsir MufradatDalam Tafsir Al-Misbah goresan Quraish Shihab, Ayat ini dikatakan sebagai kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan agama Islam. Kecaman itu didasarkan pada kata laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan “Kamu telah melakukan aneka kedurkahaan, padahal sesungguhnya di tengah kamu semua ada Nabi Muhammad SAW yang mestinya kamu teladani”.Syahdan, Kalimat liman kana yarju Allah wa-al yaum al-akhir/ bagi orang yang mengharapkan Allah dan Hari Kiamat berfungsi sebagai penjelas sifat orang-orang yang mestinya meneladan Rasulullah SAW. Untuk meneladan Rasulullah SAW secara sempurna diperlukan kedua hal yang disebut ayat di atas. Demikian juga dengan zikir kepada Allah dan selalu mengingat-Nya. Kata uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir, az-Zamakhsyari, ketika menafsirkan ayat di atas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasul itu. Pertama, arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan. Kedua dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan banyak dipakai oleh para ulama. Kemudian, ada pula kata fi yang tertuang dalam firman Allah, fi rasulillah yang berfungsi “mengangkat” dari diri Rasul satu sifat yang hendaknya diteladani, tetapi yang diangkatnya adalah Rasulullah SAW sendiri dengan seluruh totalitas AyatMasih dari Quraish Shihab, dalam ayat sebelumnya, Allah telah melukiskan kaum munafik dengan menyatakan mereka mengira karena demikian besar rasa takut mereka. Bahwa pasukan koalisi, yakni kaum musyrikin Mekkah yang bersekutu itu, belum pergi meninggalkan kota Yasrib. Padahal sejatinya mereka telah pergi; dan seandainya jika pasukan koalisi itu datang kembali, niscaya mereka karena sedemikian penakut sangat ingin berusaha keras berada di bergerak bersama-sama orang Badwi sambil setiap saat menanyakan tentang berita-berita untuk memata-matai atau berpura-pura memberi perhatian terhadap kaum muslimin. Mereka tidak akan berperang bersama kaum muslimin kecuali sedikit, yakni sebentar saja yang sama sekali tiada Ayat QS Al-Ahzab Ayat 21 Tentang Metode Keteladanan ala Nabi Muhammad SAWKeteladananSecara Ijmaliy, penggalan ayat di atas berisikan bahwa teladan yang baik bagi manusia itu benar-benar ada dan telah ada, yaitu pada diri Rasululah SAW. Jika kita menyelami teladan itu aplikasinya seperti apa, maka akan banyak pemaparan terkait teladan itu sendiri. Kalimat suri teladan tidak semata-mata hanya diartikan sebagai contoh yang baik, namun bisa diartikan menurut pemahaman yang bermacam-macam, di antaranyaMenurut Imam Jalallain, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian” dapat dibaca iswatun dan uswatun. Hasanah yang baik untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada gagasan tersebut, dapat kita ambil kata keteguhan dan kesabaran. Itu adalah salah satu teladan yang patut ditiru. Jika di masa Rasullullah dikatakan bahwa keteguhan dan kesabaran Rasulullah itu baik menjadi teladan di saat berperang, di masa kita sekarang ini keteguhan dan kesabaran dapat diaplikasikan terhadap banyak hal. Misalnya, kita belajar untuk teguh dalam pendirian, khususnya memegang erat Islam dan sabar dalam menerima ujian-ujian dari Allah bentuk dan di manapun ujian atau cobaan tersebut tidak sampai menyebabkan kita umat Muslim menjadi murtad, keluar dari Islam, sungguh itu adalah hal yang sangat dimurkai Allah bahwa teladan erat kaitannya dengan keteguhan hati juga diperkuat dengan firman Allah SWT QS Huud/11 ayat 120 “Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”Bersandar pada ayat di atas, sejatinya kita diperintahkan agar belajar dari kisah atau cerita Rasul agar kita dapat memiliki keteguhan hati. Karena di dalam kisah-kisah Rasul tersebut terdapat kebenaran, pengajaran, dan peringatan bagi jauh berbeda, dalam QS Al-Qalam/68 ayat 4 juga diterangkan secara umum tentang makna teladanDan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang bahwa teladan Rasulullah itu berupa budi pekertinya, seperti sikap dan perbuatan Rasulullah SAW yang Amanah, Shiddiq, Tabligh, serta Fathanah. Diterangkan oleh Hamka, untuk mencapai sebuah keteguhan hati yang kuat itu sangat sulit karena banyak orang yang khususnya di masa Rasulullah SAW bergoncang pikirannya, berpenyakit jiwanya, pengecut, munafik, tidak berani tanggung jawab, bersedia hendak lari dari Badwi kembai ke dusun-dusun, tenggelam dalam ketakutan melihat dari jauh beta besarnya jumlah musuh yang akan menyerbu. Meski begitu keadaannya, masih ada lagi orang-orang yang mempunyai pendirian tetap, yang tidak putus harapan, tidak kehilangan akal, sebab mereka melihat sikap dan tingkah laku pemimpin besar mereka sendiri, Rasulullah QS Al-Ahzab ayat 21 ini Allah SWT memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi SAW. Rasulullah SAW adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia. Jika ada keinginan alias bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, jalan yang bisa ditempuh adalah mencontoh dan mengikuti selesai sampai di sana, kalimat ¬uswatun hasanah juga mengandung implikasi peringatan, khususnya peringatan terhadap orang-orang munafik yang telah dijelaskan pada QS Al-Ahzab ayat sebelumnya ayat 20. Jadi, jika mereka tidak mengikuti teladan Rasulullah SAW maka sama saja mereka tidak bercita-cita untuk menjadi manusia yang baik, dan tidak bercita-cita untuk berbahagia hidup didunia dan berbicara dalam konteks perang Khandaq, ayat ini juga mencakup kewajiban atau anjuran meneladan Rasulullah. Ini karena Allah SWT telah mempersiapkan tokoh yang agung ini untuk menjadi teladan bagi semua manusia. Yang maha kuasa itu sendiri yang mendidik beliau. “Addabani Rabbi fa ahsana ta’dibi” Tuhanku mendidikku, maka sungguh baik hasil pendidikanku.Pakar tafsir dan hukum, al-Qurtubhi mengemukakan bahwa dalam soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan, beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran. Sementara ulama berpendapat bahwa dalam persoalan-persoalan keduniaan, Rasulullah SAW telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar dibidang masing-masing sehingga keteladanan terhadap beliau yang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah dalam hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal keduniaan. Jadi, meskipun meneladan itu adalah suatu kewajiban ataupun anjuran, jika seseorang ingin hidup bahagia dunia akhirat maka sudah semestinya ia meneladan Rasulullah meneladannya, otomatis di dunia kita akan menjadi sosok yang lebih penyabar dalam menghadapi suatu permasalahan soal keduniaan, jadi kita lebih bisa untuk berpikir realistis tanpa ego karena kita bisa menahan emosi atau keteladanan, ada pemilahan-pemilahan terperinci menyangkut ucapan/sikap Nabi SAW yang masing-masingnya patut kita teladani. Menurut Imam al-Qarafi, pemilahan-pemilahan tersebut sebagai berikutNabi dan RasulUcapan dan sikapnya pasti benar karena itu bersumber langsung dari Allah SWT atau merupakan penjelasan tentang maksud Allah SWT. Jadi, di sini perlu diperhatikan kalimat pasti benar dari ucapan atau sikap Nabi SAW. Karena kepastian yang datangnya dari Allah SWT baik secara langsung maupun berupa penjelasan itulah kita diperingatkan untuk meneladan keputusan sikap dan ucapannya Nabi seorang Mufti berkedudukan setingkat dengan butir pertama di atas karena fatwa beliau adalah berdasarkan atas pemahaman atas teks-teks keagamaan. Mufti diberi wewenang oleh Allah SWT untuk menjelaskannya. Setidaknya fatwa beliau sesuai dengan pernyataan Allah SWT dalam QS An-Nahl/16 ayat 44“Keterangan-keterangan mukjizat dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”Bertumpu pada dalil ini, fatwa-fatwa Rasulullah SAW berupa perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran. Dan fatwa beliau berlaku umum bagi dalam hal ini, cara kita meneladan Rasulullah SAW senada dengan bagaimana cara kita agar dapat melaksanakan perintah-perintah Sunnah beliau, larangan-larangan yang telah tercantum dalam Al-Qur’an, hingga aturan-aturan yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Hakim Ketetapan hukum yang ditetapkan oleh hakim secara formal pasti benar tetapi secara material adakalanya keliru akibat kemampuan salah satu pihak yang berselisih menyembunyikan kebenaran atau kemampuannya berdalih dan mengajukan bukti-bukti palsu. Jadi, meneladan di sini dapat diwujudkan dengan menghindari perselisihan di antara kita dan tidak mengajukan bukti palsu. Karena, dengan kita berselisih dan mengajukan bukti-bukti palsu, berarti kita sama saja dengan orang-orang yang menentang kebenaran Rasulullah dan mempersulit beliau secara tidak MasyarakatTentu saja petunjuk-petunjuk beliau dalam hal kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan perkembangannya sehingga tidak tertutup kemungkinan lahirnya perbedaan tuntunan kemasyarakatan antara satu masyarakat dengan masyarakat SAW sendiri tidak jarang memberi petunjuk yang berbeda untuk sekian banyak orang yang berbeda dalam menyesuaikan antara masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang dari itu, tidak jarang pula ada ketetapan bagi masyarakatnya yang beliau ubah akibat perkembangan masyarakat itu, misalnya dalam sabda Rasulullah “saya pernah melarang kalian menziarahi kubur, kini silahkan menziarahinya”. Izin ini disebabkan kondisi masyarakat telah berbeda dengan kondisi mereka pada saat larangan itu ditetapkan. Termasuk pula hal-hal yang diperagakan beliau dalam kaitannya dengan budaya masyarakat di mana beliau hidup, seperti model pakaian, rambut, cara makan, dan lainnya. Alhasil, cara kepemimpinan Rasulullah SAW dalam membuat ketetapan perlu diperhatikan keadaan masyarakat itu sendiri, karena suatu ketetapan itu akan menjadi perubahan yang baru bagi masyarakat yang pribadi yang pertama adalah kekhususan. Kekhususan Rasulullah SAW yang tidak boleh dan atau tidak harus diteladani karena kekhususan tersebut berkaitan dengan fungsi beliau sebagai kebolehan menghimpun lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama atau kewajiban shalat malam, atau larangan menerima zakat, dan lain kategori Pribadi yang kedua adalah Nabi Muhammad sebagai manusia terlepas dari kerasulannya. Hal tersebut dikenal juga dengan istilah aradul basyariyah. Misalnya dalam soal selera, tidur, hingga bagaimana sikap kita dalam meneladannya?Jika suatu perbuatan dinilai berkaitan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah, seperti membuka alas kaki ketika shalat, ia termasuk bagian yang jika tidak tampak adanya indikator bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti menggunakan pakaian tertentu, misalnya sandal berwarna kuning, rambut gondrong, dan lain-lain, hal ini hanya menunjukkan bahwa yang demikian dapat diikuti, ia berstatus mubah. Lebih dari itu, bila ada yang mengikutinya dengan niat meneladan Nabi SAW, maka niat keteladanan itu mendapat ganjaran dari Allah tergapailah gagasan bahwasannya kita meneladan Nabi SAW utamanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bukan semata-mata ingin mendapat pujian atau agar dianggap orang mirip seperti Rasul, namun meniatkan keteladanan kita agar mendapat ganjaran dari Allah SWT dan mendapat safa’at dari Rasulullah SAW nanti diakhir zaman. Sejatinya, dengan kita meneladan Nabi Muhammad SAW, berarti kita telah mendapat hikmah manfaat sebagai berikutMenjauhkan diri dari sifat kemunafikanMenghindari kegoncangan hati dan pikiranSenantiasa akan memiliki keteguhan hatiMenjadi sosok yang lebih sabarMenjadi orang yang bertanggung jawab, teguh pendirian, jauh dari keputus asaan, dan lebih baik lagi dalam Mukmin dalam QS Al-Ahzab ayat 21 Secara Ijmaly, di dalam QS Al-Ahzab ayat 21 juga mengandung tiga kategori orang mukmin, yaitu orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Ibnu Katsir, “orang” di sini maksudnya adalah orang mukmin, yaitu orang yang mengharapkan rahmat dan ridha Allah dan yang beriman kepada hari kiamat serta selalu ingat kepada Allah. Bagi orang mukmin, melihat orang-orang munafik bersekutu adalah sebuah ujian bagi mereka, dan keadaan itu akan menambah mantapnya iman dalam dada mereka dan penyerahan diri kepada Allah ini disandarkan pada QS Al-Ahzab ayat 22-nya“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”Sejatinya, orang mukmin yakin bahwa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya itu ialah kemenangan sesudah mengalami kesukaran. Pernyataan ini juga sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Insyirah/94 ayat 5-6Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada “sesudah kesulitan itu ada kemudahan” diulang dua kali. Jika kita tarik makna lebih dalam, maka makna pengulangan itu adalah sebuah penegasan dari Allah terkait kesulitan tersebut, dan Allah juga meyakinkan kepada orang mukmin bahwasannya pasti akan ada kemudahan. Makanya orang mukmin menganggap suatu kesulitan itu sebagai sebuah ujian yang datangnya kepada Allah, karena mereka yakin bahwa akan ada kemudahan pada akhirnya nanti. Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah kita menganggap kesulitan dari Allah SWT sebagai ujian? Semoga yang sama juga dikemukakan Ahmad Mustafa Al-Maragi bahwasannya ketiga kategori di atas ditujukan kepada orang mukmin. Karena sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah ada pada diri Rasulullah SAW, itupun jika seandainya orang mukmin benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan azab-Nya dihari semua orang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong ditiadakan. Dan, orang mukminlah yang selalu ingat kepada Allah SWT dengan ingatan yang banyak, sehingga seharusnya dengan ingat kepada Allah itulah yang membimbing orang mukmin untuk taat kepada-Nya dan mencontoh perbuatan-perbuatan Nabi jauh perbedaan, Dr. Hamka mengemukakan bahwa ketiga kategori yang ditujukan potongan ayat di atas adalah orang beriman. Semata-mata menyebut iman saja tidaklah cukup. Iman harus disertai pengharapan, yaitu bahwa inti dari iman itu sendiri adalah harapan akan Ridha Allah dan harapan akan kebahagiaan diakhirat. Jika tidak ingat kedua hal itu, atau jika hidup tidak mempunyai harapan, ia tidak ada artinya. Maka unutk memelihara iman dan harapan hendaklah banyak mengingat Allah SWT. Barang mudah mengatakan mengikuti teladan Rasul dan barang mudah untuk mengatakan beriman, karena perlu meminta latihan batin yang dalam sekali untuk dapat menjalankannya. Seumpama orang yang mengambil alasan menuruti Sunnah Rasul yang membolehkan laki-laki beristeri dari satu sampai berempat, tetapi jarang orang yang mengikuti ujung ayat, yaitu meneladan Rasul di dalam berlaku adil kepada umumnya orang mengakui umat Muhammad tetapi tidak mau mengerjakan peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad seperti orang tua yang tidak mengajarkan dan menyuruh anaknya mengerjakan shalat lima waktu, padahal anaknya telah berusia lebih dari 10 tahun. Namun, orang tua itu tetap mengaku beriman. Contoh lain di zaman sekarang, misalnya remaja yang tidak bisa menjaga pandangan terhadap lawan jenis, sehingga berpacaran terlalu bebas. Tentu saja hal seperti itu dapat merusak akhlak anak muda karena sejak kecil tidak ditanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap Nabi Muhammad Baca Cara Menumbuhkembangkan Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAWSumber-. 2006. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier 6. Surabaya Bina Ilmu. Vol. Ahmad Mustafa. 1992. Terjemahan Tafsir Al_Maragi. Semarang Toha Putra. Juz XXI, Cet – Suyuthi, Imam Jalaluddin. 2006. Terjemahan Tafsir Jalalain. Bandung Sinar Baru Algenindo. Cet-9. Jilid tt. Tafsir Al-Azhar. Jakarta Pustaka M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta Lentera Hati. Cetakan Kedua,Vol. 10.
\n\n \norang beriman selalu mendapat ujian allah apakah kamu pernah mengalami
Kasus2 : KITA masih ingat dengan materi hari kemarin yaitu "Musibah Antara Ujian Dan Adzab dari Allah SWT". Bagi orang beriman setelah memahami begitu yakinnya bahwa Musibah adalah ujian dan takdir Allah. Hal ini perlu kita tanamkan dalam keyakinan kita bahwa ujian dan cobaan adalah tanda kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang beriman.
– Sudah menjadi sunnatullah bahwa dalam kehidupan setiap hamba teriring dengan ujian dan bebanan hidup yang silih-berganti. Hal ini Allah Ta’ala jamin keberlangsungannya dalam firman-Nya, Artinya, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” QS. al-Baqarah, 2155 Donasi Situs Islam Arrahmah Arrahmah Care Rp 0terkumpul Serupa pula dengan firman-Nya, Artinya, “Dan sungguh, Kami akan benar-benar menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” QS. Muhammad, 4731 Demikian juga halnya terhadap dakwah yang haq yaitu dakwah yang didasari oleh petunjuk Yang maha pembuat syari’at dengan bertujuan mentauhidkan-Nya dan mengenyahkan segala bentuk kesyirikan. Maka bentuk dakwah ini senantiasa tidak akan terlepas daripada ujian, rintangan, dan ancaman, baik secara mental maupun fisik. Laksana kata, dakwah yang haq tanpa dibarengi ujian dan rintangan, seperti sebuah hal yang patut dipertanyakan—dakwah seperti apakah itu? Oleh karena beratnya beban yang harus diterima, maka sedikitlah yang mampu melaksanakan dakwah haq ini karena takut akan konsekuensinya. Sebaliknya, mereka yang mampu dan tetap istiqomah menopang ujian dan rintangan demi tersebarnya syari’at Allah di muka bumi ini, mereka akan tegar dan berjiwa besar. Berikut beberapa ujian dan rintangan para du’at penyampai dakwah dalam mendakwahkan yang haq 1. Dibenci dan dimusuhi Mendakwahkan yang haq merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim dari Rabb-nya, terutama kepada yang memiliki kemampuan dakwah semisal para du’at. Namun tugas ini sungguhlah berat karena akan mendapat perlawanan dari hizbutthaghut yang tidak akan tinggal diam jika kebenaran yang hakiki ditebarkan di muka bumi. Perlawanan ini telah ada sejak zaman para nabi dahulu dan berkekalan hingga akhir zaman. Akan hal ini, Allah Ta’ala berfirman, Artinya, “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.” QS. al-Furqon, 2531 Lalu firman-Nya, Artinya, “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin.” QS. al-An’am, 6112 Dan juga firman-Nya, Artinya, “Dan demikianlah Kami adakan bagi tiap-tiap negeri, penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu-daya dalam negeri itu.” QS. al-An’am, 6123 Melalui tiga ayat ini, Allah Ta’ala telah menggariskan sebentuk ujian keimanan bagi para hamba pilihan-Nya melalui adanya sekelompok penentang kebenaran dan para penyeru kekafiran yang tak hentinya membuat makar. Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw bersabda, الْمُؤْمِنُ بَيْنَ خَمْسِ شَدَائِدَ مَؤْمِنٌ يَحْسُدُهُ, وَ مُنَافِقٌ يُبْغِضُهُ, وَ كَافِرٌ يُقَاتِلُهُ, وَ نَفْسٌ يُنَازِعُهُ, وَ شَيْطَانٌ يُضِلِّهُ. Artinya, “Orang mu’min senantiasa berhadapan dengan lima ujian yang menyusahkan, yaitu oleh mu’min yang mendengkinya, oleh munafik yang selalu membencinya, oleh kafir yang selalu memeranginya, oleh nafsu yang selalu bertarung untuk mengalahkannya, dan oleh setan yang selalu menyesatkannya.” Al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khithob, 4/181 2. Didustakan Allah Ta’ala berfirman, Artinya, “Dan sesungguhnya telah didustakan pula rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat janji-janji Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.” QS al-An’am, 634 Dalam Tafsir Imam Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat tersebut merupakan penghiburan dan ta’ziyah bagi nabi saw lantaran didustakan oleh kaumnya. Ayat ini juga merupakan perintah bagi beliau saw agar bersabar seperti sabarnya para ulul azmi dan merupakan janji dari Allah yaitu akan diberi pertolongan dan kemenangan seusai didustakan dan disakiti, sebagaimana firman-Nya di surat al-Mujadalah ayat ke-21, “…Aku dan rasul-Ku pasti menang.” 3. Dianggap pembual dan pendongeng Para ulama robbani seperti juga yang dialami oleh Rasulullah dan para nabi terdahulu, pun mendapat perlakuan yang sangat tidak menyenangkan dari umat yang akidahnya masih dan telah terkontaminasi kesesatan. Mereka menganggap dalil dan hujjah yang disampaikan para du’at merupakan hasil angan-angan dan rekayasa semata. Al-Qur’an dan hadits diremehkan sebagai sesuatu yang dibuat-buat dan dianggap cipta-karya makhluk semata, serta dituduh sebagai alat pemenuh-kepentingan dunia semata. Berikut ayat yang berisi tuduhan-tuduhan keji mereka, Artinya, “Dan orang-orang kafir berkata, “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain.” Sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata, “Itu hanya dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” QS. al-Furqon, 254-5 4. Diejek dan dipermainkan Zaman memang telah berubah, namun intrik-intrik setan takkan lekang dimakan roda zaman. Keberadaan ulama robbani yang merupakan pewaris para nabi dan sejatinya dimuliakan lagi diikuti, pun kini tak jauh berbeda dengan nasib para ulama di masa lalu. Seruan mereka mengajak umat kepada kebenaran yang hakiki, dianggap lelucon yang pantas ditertawakan. Ancaman mereka yang bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah bagi yang menolak dan berpaling untuk mengikuti syari’at, disikapi dingin seolah ancaman itu hanya gertak sambal’ semata. Hujjah orang-orang penolak kebenaran di masa ini hanya terpaut kepada dua hal saja, yaitu setia mengikuti agama nenek-moyang dengan mengatakan حَسْبُنَا مَا وَ جَدْنَا عَلَيْهِ أَبَاءَنَا “cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek-moyang kami mengerjakannya…” QS. al-Ma’idah, 5104 dan berpendapat bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah sudah tak sejalan lagi dengan perkembangan zaman. Pribadi-pribadi berwatak seperti ini akan selalu eksis dan menjadi batu ujian bagi para du’at. Allah Ta’ala menyebutkan karakter seperti ini dalam firman-Nya, Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman.” QS. al-Mutaffifin, 8329 Dan firman-Nya, Artinya, “Alangkah besarnya penyesalan terhadap para hamba itu, tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” QS. Yasin, 3630 Selain itu, mereka para penolak kebenaran–tak sungkan-sungkan melabeli para warosatul anbiya ini dengan gelaran wong gendheng alias orang yang gila. Bahkan kejahilan tersebut mereka sampaikan langsung ke diri Rasulullah saw, seperti pada firman-Nya, Artinya, “Mereka berkata, “Hai orang yang diturunkan al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.” QS. al-Hijr, 156 Perhatikan juga perkataan mereka di ayat berikut, Artinya, “Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” QS. adz-Zariyat, 5152-53 Namun demikian, hamba-hamba-Nya yang terpilih akan terus gencar menyampaikan risalah kenabian meski mental mereka senantiasa dilemahkan pihak-pihak yang memusuhinya. 5. Didebat dengan kebatilan Bentuk rintangan berikutnya adalah penolakan melalui berbagai hujjah yang mengandung kebatilan. Para munafiqin ini, terutama yang memiliki kekuasaan—cekatan memilih dan menggunakan’ para ulama yang masih mempunyai kecenderungan kepada keduniaan untuk menyebarkan opini-opini sesat mereka kepada umat. Para ulama penyesat umat ini bahkan tak segan-segan mengeluarkan fatwa demi legitimasi syar’i sehingga pemberlakuan undang-undang positif yang berseberangan dengan syari’at Islam menjadi legal. Alhasil, para masyayikh moderat ini mempresentasikan dien Islam secara serampangan tanpa dalil yang syar’i. Perkara ini persis seperti yang telah Allah Ta’ala kemukakan dalam firman-Nya, Artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.” QS. al-Kahfi, 1856 Ad-Darimi meriwayatkan, Ziad bin Hudair berkata, “Umar bin Khattab pernah berkata kepadaku, “Tahukah engkau apa yang akan merusak Islam?” Aku menjawab, “Tidak tahu.” Lalu beliau berkata, “Yang akan merusaknya adalah kekeliruan seorang ulama, perdebatan kaum munafik terhadap al-Qur’an, dan berkuasanya para pemimpin yang menyesatkan.” 6. Dituduh menipu-daya Sifat bawaan setan dan para pengikutnya diantaranya adalah pandai menipu-daya. Sifat ini merupakan senjata andalan sejak iblis menipu Adam dan istrinya di surga dahulu. Keadaan ini juga mereka putar-balikkan sehingga para ulama robbani justru yang dituduh telah memperdaya umat dengan penyampaian materi-materi dakwahnya yang dianggap tak sejalan dengan kepentingan kaum sesat tersebut. Dari golongan manusia yang disebutkan al-Qur’an, ada Fir’aun yang menganggap nabi Musa as telah menipu kaumnya, lalu Fir’aun berhujjah bahwa petunjuknya lah yang benar. Artinya, “Musa berkata, “Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!” Fir’aun berkata, “Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.” QS. al-Mu’min, 4029 Begitu juga makar yang ditujukan para tukang sihir Fir’aun terhadap nabi Musa as dan Harun as dengan menuduh keduanya telah melakukan tipu-daya sihir kepada Fir’aun guna merebut kekuasaan. Artinya, “Mereka berkata, “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.” QS. Thaha, 2063 Kedekatan para ulama bayaran’ terhadap penguasa thaghut di masa ini sudah bukan rahasia umum lagi, maka disanalah loyalitas sosok ulama robbani berperan yaitu gigih memperjuangkan dakwah di jalan yang telah digariskan-Nya dan tegar dalam menghadapi segala perkara yang menyeleweng dari shirathal mustaqim. 7. Dilarang berdakwah Alangkah besarnya musibah tatkala seorang du’at melaksanakan dakwahnya dengan didasari pendiktean dari pihak penguasa. Ia menjadi tawanan bagi setiap keinginan sang penguasa dan senantiasa berupaya untuk tidak menyelisihi keinginan mereka. Syari’at yang dianggap aneh oleh khalayak awam dan dirasa tak kompeten lagi terhadap perubahan zaman, mereka substitusi dengan fatwa hasil ijtihad’ hawa-nafsu mereka. Keadaan ini tentu saja amat bertolak-belakang dengan fungsi para du’at sesungguhnya yaitu sebagai penyampai dalil syari’at yang haq. Oleh sebab itu, para ulama Robbani yang bernaung dibawah panji-panji syari’at dipersempit ruang geraknya dalam berdakwah, bahkan penguasa dan pihak yang bersangkutan dengannya, tak malu lagi untuk mengisolasi’ geliat dakwah para du’at lurus ini. Perhatikan berita yang berkaitan dengan perkara ini; beberapa waktu lalu ketua BNPT Anshad Mbaai sempat mengusulkan kepada pemerintah untuk dikeluarkannya sertifikasi ulama di Indonesia. Ide nyeleneh tersebut diluncurkan tak lain untuk menjegal para ulama yang dianggap radikal dan anti bekerja-sama dengan penguasa demi kelanggengan otoriternya. Rintangan ini bak sebuah pelengkap bagi aksi penjegalan yang sudah lebih dulu disosialisasikan’ di masa sebelumnya yaitu melarang para ulama tertuduh’ tersebut untuk menyampaikan dakwahnya di masjid-masjid, di mimbar-mimbar Jumat, atau di media-media massa. Risalah ini serupa dengan yang terjadi di masa Rasulullah saw, Artinya, “Mereka orang-orang yang mengatakan kepada orang-orang Anshar, “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang Muhajirin yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar meninggalkan Rasulullah.” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” QS. al-Munafiqun, 637 8. Dituduh sesat Rintangan lainnya yang lazim dihadapi para du’at adalah dengan mengalami tuduhan menyebarkan pemahaman sesat. Hal ini merupakan lagu lama’ yang diputar-balikkan umat yang masih awam namun tak berusaha keluar dari kejahiliaannya kepada para du’at tersebut. Terlebih para du’at yang menjalani medan dakwah dengan menyambangi umat ke pelosok-pelosok wilayah yang hampir tak terjamah pemerataan pembangunan pemerintah. Sulitnya menjangkau keberadaan mereka, ditambah proyek’ pemerintah yang telah menjadikan mereka sebagai cagar alam’ yang harus dijaga kelestarian budayanya, adat-istiadatnya, beserta keunikan’ cara beragamanya. Tak ayal lagi menambah rentang jarak yang harus dilalui para du’at untuk melakukan dakwahnya. Namun tak hanya umat yang tersebar di pelosok, keadaan umat di perkotaan pun tak beda mirisnya. Mereka terkontaminasi kebudayaan luar yang tak kalah bahayanya. Akibatnya, mereka menolak dalil haq dengan HAM, mencurigai para ulama bak perintang kebebasan berekspresi mereka, dan menuduh petunjuk dinullah sebagai sebuah kesesatan. Dalam sejarah, kaum Syu’aib pun melaungkan kebenaran sebagai suatu kesesatan yang pantas dijauhi. Artinya, “Pemuka-pemuka kaum Syu’aib yang kafir berkata kepada sesamanya, “Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu jika berbuat demikian menjadi orang-orang yang merugi.” QS. al-A’raf, 790 Demikian juga yang dilakukan Fir’aun laknatullah kepada rasul-Nya, Musa as. Artinya, “Dan berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesarnya, “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” QS. al-Mu’min, 4026 9. Dituduh memecah-belah umat Ujian berupa tuduhan sebagai pemecah-belah umat juga lazim’ diterima para ulama robbani. Mereka yang mengusung dakwah yang bersumber dalil al-Qur’an dan as-Sunnah harus menerima resiko berupa penolakan umat yang awam dan kaum munafik. Isi dakwahan yang banyak meluruskan kesalahan umat disalah-artikan umat sebagai upaya dalam menghapus bentuk peribadahan yang sudah terbiasa dilaksanakan oleh orang-orang terdahulu mereka. Keawaman yang ingin diubah para du’at menjadi kefaqihan, malah dipertahankan demi menjaga warisan nenek-moyang dalam beragama. Dalam firman-Nya, Allah menceritakan hal serupa yang dilakukan oleh Fir’aun berikut dengan cara antisipasi kejinya, Artinya, “Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun kepada Fir’aun, “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini Mesir dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh diatas mereka.” QS. al-A’raf, 7127 10. Dituduh “teroris” Allah Ta’ala berfirman tentang prilaku para musuhnya dalam memerangi Islam dan para utusan-Nya, Artinya, “Dan berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesarnya, “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” QS. al-Mu’min, 4026 Terpatri pada diri setiap ulama rabbani dan juga pada diri setiap penuntut ilmu untuk tercapainya tujuan dakwah yang beroleh ridha Illahi. Telah berkata Aisyah ra tentang sabda Rasulullah, مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسُخْطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَ أَرْضَى عَنْهُ النَّاسِ وَ مَنِ الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسُخْطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَ أَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ. Artinya, “Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan kemurkaan manusia, maka Allah akan ridha kepadanya dan akan membuat manusia ridha kepadanya. Sedangkan orang yang mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan akan membuat manusia murka kepadanya.” HR. Ibnu Hibban, Mawaridh adh-Dham’an; 1542 Tercatat dalam shirah para nabi dan para sholafush sholih terdahulu adalah didapati bahwa barisan terbesar para penentang agama Allah Ta’ala adalah para pembesar kerajaan dan para ahli yang mengelilinginya. Di zaman ini, pemerintah dan para petinggi negaralah yang mewarisi sifatnya. Karena dengan kekuasaan, mereka leluasa memilah oknum’ yang dianggap sejalan dengan kepentingannya dan dengan tampuk kepemimpinan berada di tangan, maka mereka mampu memaksakan kehendak dalam roda pemerintahannya. Perkara ini menjadi suatu momok yang menakutkan para pendakwah. Itu sebabnya tak semua du’at berani mengambil resiko ini. Hanya mereka yang gigih mengikuti bentuk perjuangan dakwah para nabi yang mampu mengatasinya. Terdapat suatu hadits berkenaan dengan ini, أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ. Artinya, “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat yang benar dihadapan penguasa yang sewenang-wenang.” HR. Abu Daud dan At Trmidzi Sayyid Quthb dalam kitab Ma’alimun fith-Thoriq mengatakan “Sesungguhnya kemenangan dalam bentuk yang tertinggi ialah kemenangan rohani atas materi, kemenangan akidah atas segala rasa sakit, kemenangan atas semua bentuk ujian, siksaan, dan godaan. Sebuah kemenangan yang akan memuliakan setiap manusia, inilah kemenangan yang hakiki.” Perlakuan kaum kafir dan munafik saat ini terhadap para ulama robbani dan para mujahid fi sabilillah sudah berada pada tingkat yang mengundang laknat Allah Ta’ala. Para pembuat makar yang juga menjadi antek-antek kafir asing itu kian membabi-buta berusaha membabat habis para penegak agama Allah. Sejuta aksi dan fitnah mereka layangkan demi menutup lisan para du’at. Diantaranya dengan tuduhan keji sebagai pelaku teror, sebagai pengikut aliran ekstrim, atau sebagai penganut Islam radikal. Semua julukan itu dilimpahkan agar para du’at menjadi gentar untuk meneruskan dakwah haqnya dan agar umat berpaling serta mengasingkannya. 11. Disiksa agar kembali kafir Penyiksaan adalah salah-satu ujian yang biasa dialami para ulama robbani dalam mengusung dakwah yang haq. Ujian ini begitu berat bahkan sampai terkadang harus mengalami terpisahnya ruh dari badan. Makar yang kejam ini dilakukan oleh jiwa-jiwa yang sudah meleburkan-dirinya bersama setan laknatullah sehingga hati-nurani dan kefitrahan yang dianugerahkan kepadanya menjadi terkontaminasi dan mati. Allah azza wa jalla menjelaskan, Artinya, “Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakitimu; dan mereka ingin supaya kamu kembali kafir.” QS. al-Mumtahanah, 602 Begitu juga firman-Nya, Artinya, “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama dengan mereka. Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolongmu, hingga mereka berhijrah pada jalan Allah..” QS. an-Nisa’, 489. Para nabi dan para sholafush sholih banyak mengalami rintangan seperti ini. Mereka ada yang dibakar, ada yang dikuliti hingga terlihat daging dan tulangnya, ada yang ditindih dengan batu besar di padang pasir nan terik, ada yang dibui tanpa diberi makan, dan beragam siksaan lainnya. Namun iman mereka kepada Rabbul alamin tetap terpelihara dalam jiwa-jiwa yang tenang dan yakin akan janji-Nya. Ketakutan manusiawi yang dirasakan dalam menghadapi siksaan dari makhluk, tak ada bandingannya dengan ketakutannya terhadap Allah Ta’ala apabila berlaku khianat dalam dakwah kepada umat. Seperti yang Allah Ta’ala firmankan, Artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” QS. Fathir, 3528 Dalam ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa para ulama adalah orang yang memiliki rasa takut kepada-Nya dengan sepenuh makna. Meski rasa takut kepada Allah azza wa jalla juga dimiliki oleh kaum mukminin secara umum, namun rasa takut yang sempurna hanya dimiliki oleh para nabi, rasul, dan para ulama robbani. 12. Difitnah agar meninggalkan dakwah yang haq Ulama, hakikinya adalah mereka yang mewarisi sifat para nabi dalam berdakwah, beramar-ma’ruf, dan bernahi-munkar. Mereka berjihad di jalan Allah dan mampu menerima segala resiko yang mengancam demi tercapainya tujuan dakwah. Di tengah usaha dakwah mereka, mungkin akan mengalami tekanan berupa infiltrasi atau campur-tangan kaum munafik yang menginginkan arah dakwah tak terlalu keras’ menghantam berbagai kepentingan dunia penguasa dan kroni-kroninya. Mereka kaum munafik akan berupaya merangkul’ dan menghibahkan bermacam kesenangan dunia agar semangat dakwah para ulama robbani menjadi kendor dan ketaklukan terhadap penguasa bisa terjadi. Dalam satu firman, Allah Ta’ala berkata, Artinya, “Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak pula kepadamu. Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.” QS. al-Qolam, 689-10 Dalam tafsir Ibnu Katsir, dikatakan bahwa Ibnu Abbas ra menjelaskan ayat diatas bahwa jikalau seorang mu’min memberikan suatu keringanan dalam masalah syari’at kepada orang munafik, maka orang munafik itu akan memberikan keringanan pula kepadanya. Sebaliknya, jika seorang mu’min menegakkan suatu perkara diatas syari’at, maka kaum munafik pun akan menegakkan makarnya menentang dalil tersebut. 13. Diancam, ditangkap, dipenjarakan, disiksa, atau dibunuh Berikut beberapa ayat yang bisa dijadikan contoh beberapa makar hizbussyaiton terhadap para utusan Allah, Allah SWT berfirman Artinya, “Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami.” Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, “Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu.” QS. Ibrahim, 1413 Artinya, “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” QS. al-Kahfi, 1820 Artinya, “Mereka menjawab,”Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti menyeru kami, niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.” QS. Yasin, 3618 Artinya, “Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” QS. al-Anbiya, 2168 Artinya, “Dan ingatlah, ketika orang-orang kafir Quraisy memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu-daya dan Allah menggagalkan tipu-daya itu dan Allah sebaik-baik pembalas tipu-daya.” QS. al-Anfal, 830 Ditangkap, diusir, dilempari batu, dirajam, dibakar, hingga dibunuh—itulah beberapa siksaan fisik yang lazim menyertai para pendakwah di jalan Allah. Kerasnya siksaan dan pedihnya penderitaan yang dialami tak jua mengikis kekokohan perjuangannya dalam membumikan kalimat tauhidullah. Tak terbetik sedikitpun bagi mereka untuk sudi mengikuti makar kaum munafikin dalam upaya menyesatkan umat dari petunjuk yang hakiki, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Baginya hanya ada dua pilihan; Hidup dalam kemuliaan atau mati dalam kesyahidan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Jika ada ulama yang meninggalkan apa yang ia ketahui dari al-Qur’an dan as-Sunnah, lalu mengikuti kehendak pemerintah yang bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah murtad keluar dari Islam menjadi kafir, dan berhak mendapatkan hukuman setimpal, baik di dunia maupun di akhirat.” Majmu Fatawa’ Ibnu Taimiyyah, jilid ke-35, hal. 372-373 Begitu pula apa yang disabdakan oleh Rasulullah dalam riwayat Tsauban, إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الأَئِمَّةَ الْمُضِلِيْنَ. Artinya, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah para imam yang menyesatkan.” HR. Muslim Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjaga keistiqomahan para du’at dalam menjaga kemurnian dinullah serta membimbing para tholabul ilmi untuk ikut-serta mendawamkan kebenaran yang hakiki ini sepenuh kemampuan yang dimiliki. Wallahul musta’an. Semoga bermanfa’at. Wallahu’alam bish shawab… ____________________________________________ Oleh Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman Sumber
\n\n \n orang beriman selalu mendapat ujian allah apakah kamu pernah mengalami
Tidakada manusia yang tidak pernah tidak mendapat ujian dengan mengalami kesusahan dan kesedihan. Setiap ujian pasti Allah timpakan sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya untuk menanggungnya karena Allah tidak membebankan hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya.——
Berbicara tentang kehidupan, pastilah akan selalu ada permasalahan di setiap waktunya. Entah pekerjaan, keluarga ataupun percintaan. Namun setiap permasalahan pastilah ada solusinya, karena begitulah cara hidup mendewasakan sebuah permasalahan terkadang bisa kita dapatkan di mana saja, termasuk melalui hadis Rasulullah. Hadis merupakan kumpulan perkataan, perbuatan dan tingkah laku nabi Muhammad SAW. Hadis sendiri merupakan petunjuk hidup kedua setelah Al-Qur'an, sehingga terdapat banyak nila-nilai kehidupan yang bisa menjadi Permasalahan yang menimpa adalah bukti kasih sayang Allah kepadamuunsplash/Ethan Sykes“Tidaklah seorang muslim tertimpa kecelakaan, kemiskinan, kegundahan, kesedihan, kesakitan maupun keduka-citaan bahkan tertusuk duri sekalipun, niscaya Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan apa yang menimpanya itu.” HR. BukhariSetiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, baik sadar maupun tanpa disadari. Dan tahukah kamu jika pada hakikatnya, sebuah masalah dihadirkan oleh Allah kepada kita sebagai jalan menghapus dosa-dosa apapun masalah yang diturunkan, pastilah hal itu berbuah kebaikan bagi diri kita Ikhlas dan sabar, kunci permasalahan hidup yang mengantarkan ke Nabi SAW., beliau bersabda Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman "Hai anak Adam, jika kamu bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka Aku tidak akan meridhai bagimu sebuah pahala kecuali surga." HR. Ibnu MajahSabar dan ikhlas kadang tidaklah sesederhana perkataannya. Bahkan ikhlas dan sabar saat dihadapkan dengan sebuah permasalahan sangatlah berat. Namun Allah pun memahami hal tersebut. Karenanya, pahala yang disediakan bagi mereka yang bisa sabar dan ikhlas tidaklah main-main, melainkan surga. Baca Juga 8 Kutipan Tegas Najwa Shihab yang Bikin Melek Millennial 3. Ujian adalah cara Allah menjadikan kita manusia lebih baik lagiunsplash/Bill “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik maka ditimpakan musibah ujian kepadanya.” HR. BukhariLayaknya pelaut yang tangguh tidak terbentuk dari ombak yang tenang, maka setiap ujian yang diberikan Allah kepadamu pada dasarnya adalah untuk meneguhkanmu menjadi sosok manusia yang nikmatilah setiap ujian yang sedang kamu hadapi saat ini karena itulah jalan untuk menguatkan dirimu lebih baik Ujian yang kamu hadapi hanyalah sementaraunsplash/Chris AltamiranoTidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musyafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat lalu musyafir tersebut pergi meninggalkannya.” HR. TirmidziInilah perumpamaan hidup yang diibaratkan Rasulallah. Hal ini mengandung makna jika setiap hal yang kita rasakan saat ini baik kebahagiaan, kesedihan maupun kekecewaan pada hakikatnya besifat ada saatnya semua permasalahan hidup kita berakhir, namun yang terpenting adalah tak pernah putus asa dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup terhadap sesama adalah kebaikan yang akan abadiunsplash/ Matt CollamerBarang siapa yang meringankan kesulitan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah akan meringankan kesulitannya dari kesulitan di hari kiamat. Barang siapa yang memudahkan orang yang tertimpa kesulitan, maka Allah akan memudahkan kepadanya di dunia & akhirat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia & akirat. Allah akan membantu hamba-Nya selagi hamba tersebut membantu saudaranya. HR. MuslimSetiap orang pasti memiliki masalah hidupnya masing-masing. Namun bukan berarti kita harus berpangku tangan dengan permasalahan yang dihadapi orang lain. Justru ada sebuah keajaiban saat kita bersedia membantu orang lain meskipun kita sedang berada dalam hanya kebahagiaan dunia yang akan kita dapatkan saat mampu meringankan beban orang lain, namun juga kebahagiaan kekal saat kita di hari akhirat lima kutipan hadis yang bisa menjadi inspirasi kamu yang sedang menghadapi beban hidup saat ini. Semoga bisa meringankan ya. Baca Juga 5 Kutipan Tokoh Harry Potter yang Akan Menyihir Semangatmu IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Orangberiman selalu mendapat ujian Allah Apakah kamu pernah mengalami? jelaskan! - 36238519. rindrioktivinia rindrioktivinia 24.11.2020 B. Arab Sekolah Menengah Atas terjawab Orang beriman selalu mendapat ujian Allah Apakah kamu pernah mengalami? jelaskan! 2 Lihat jawaban Iklan
PERNAHKAH Anda merasa bahwa hidup ini selalu susah dan tak sebahagia orang lain di sekitar Anda? Merasa susah, sedih dan kecewa pada dasarnya adalah suatu hal yang wajar. Percaya atau tidak, semua orang pasti pernah merasa susah, sedih dan kecewa. Hanya saja, tidak semua orang akan mengeluh dengan hal itu. Beberapa orang akan tetap bersabar dan bersyukur dengan segala kesusahan yang mereka terima. Terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, kesusahan dan kekecewaan adalah suatu hal yang sangat buruk. Tak hanya buruk bagi kesehatan psikis, berlarut-larut dalam kesedihan dan merasa bahwa Allah telah memberi ujian yang sangat berat juga akan membuat kesehatan fisik Anda semakin buruk. Sebenarnya, selama kita bisa senantiasa berpikir dengan jernih dan menerima ujian yang diberikan Allah kepada kita dengan lapang dada serta tanpa adanya putus asa juga kecewa, percayalah bahwa ujian tersebut adalah teguran untuk kita agar kita semakin dekat dengan-Nya. BACA JUGA Khutbah Jumat Memaksimalkan Waktu, Manifestasi Syukur Nikmat Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya membawa kebaikan untuk dirinya, dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” HR Muslim Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya adalah sabar dan sebagian lainnya adalah syukur.” Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kemehakuasaan Allah bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur.” QS Luqmaan 31. BACA JUGA Sudahkah Anda Bersyukur Hari Ini? Imam Ibnul Qayyim berkata “Hadits di atas menunjukkan bahwa tingkatan-tingkatan iman seluruhnya berkisar antara sabar dan syukur.” Kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang terlihat membuatnya senang ataupun susah. Seorang hamba yang sempurna imannya akan selalu bersyukur kepada Allah ketika senang dan bersabar ketika susah, maka dalam semua keadaan dia senantiasa ridha kepada Allah dalam segala ketentuan takdir-Nya, sehingga kesusahan dan musibah yang menimpanya berubah menjadi nikmat dan anugerah baginya. Orang yang tidak beriman akan selalu berkeluh kesah dan murka ketika ditimpa musibah, sehinnga semua dosa dan keburukan akan menimpanya, dosa di dunia karena ketidaksabaran dan ketidakridhaannya terhadap ketentuan takdir Allah, serta di akhirat mendapat siksa neraka. Keutamaan dan kebaikan dalam semua keadaan hanya akan diraih oleh orang-orang yang sempurna imannya. Rukun sabar ada tiga yaitu menahan diri dari sikap murka terhadap segala ketentuan Allah, menahan lisan dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang dilarang Allah, seperti menampar wajah ketika terjadi musibah, merobek pakaian, memotong rambut dan sebagainya. Rukun syukur juga ada tiga mengakui dalam hati bahwa semua nikmat itu dari Allah Ta’ala, menyebut-nyebut semua nikmat tersebut secara lahir dengan memuji Allah dan memperlihatkan bekas-bekas nikmat tersebut dalm rangkan mensyukurinya, menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah. Adanya ujian dalam hidup kita juga merupakan peringatan bagi kita agar kita tak pernah lupa akan keberadaan-Nya. Seberat apapun ujian yang Anda terima, itu adalah tanda bahwa Allah sangat menyayangi kita. Ujian tersebut juga merupakan cara Allah untuk membuat Anda lebih kuat dalam menjalani kehidupan. Ketika Anda mampu melewati setiap ujian yang menimpa dengan sabar, kuat dan penuh penerimaan, dipastikan bahwa Anda akan menemukan kebahagiaan yang tiada taranya. BACA JUGA Ketegaran Hati Aisyah saat Diterpa Ujian “Dan sesungguhnya Kami memberikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” QS. Al Baqarah 155 “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” QS. Az Zumar 10 Ketika Anda menerima ujian, percaya saja bahwa Allah telah mempercayakan Anda bahwa Anda bisa melewati setiap ujian yang diberikanNya. Allah, tak akan pernah menguji setiap hambaNya dengan ujian yang tak bisa diselesaikan oleh hambaNya tersebut. Adanya ujian, rasa kecewa yang mendalam dan kesedihan yang menyiksa jiwa serta raga sebenarnya adalah sebuah ketetapan yang diambil Allah agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih kuat. Menjadi pribadi yang tak pernah menyerah dan pribadi yang gampang putus asa. BACA JUGA Orang Baik Banyak Ujiannya Jika Anda pernah berpikir bahwa hidup Anda tak lebih bahagia dari orang lain, lihat lagi orang lain yang lebih susah dari Anda. Sesusah dan sesedih apapun ujian yang sedang Anda hadapi, masih banyak orang-orang di luar sana yang ujiannya lebih berat dari yang Anda alami. Hanya saja, orang lain di luar sana mungkin saja bisa senantiasa sabar dan menampakkan wajah bahagia karena mereka percaya Allah akan selalu bersamanya. Mereka percaya bahwa Allah tak akan memberikan ujian di luar batas kemampuannya. Jangan pernah berlarut-larut dalam kesedihan karena Anda sedang diuji atau mengalami kesusahan. Semakin Anda larut dalam kesusahan, semakin stres dan menyedihkan hidup yang akan Anda rasakan. Semakin Anda sedih dan susah karena ujian yang Anda hadapi, akan semakin mudah bagi psikis dan fisik untuk tumbang. Ini juga sangat memungkinkan bahwa Anda akan dipandang sebelah mata oleh orang lain, dipandang menyedihkan dan dipandang tak berguna. Kalau memang ingin temukan kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan dengan nuansa indah luar biasa, pastikan untuk melewati setiap ujian dengan senyuman. Pastikan untuk menyelesaikan setiap ujian dengan hati yang penuh kesabaran juga penerimaan. Percayakan semuanya pada Allah. BACA JUGA Jangan Lupa Bersyukur! Allah telah menjanjikan kebahagiaan luar biasa indah bagi hamba-hambaNya yang senantiasa bersabar, penuh penerimaan dan lapang dada. Jika Anda merasa sudah tak kuat dengan ujian yang diterima, tenangkan lagi pikiran Anda, berdiamlah dan lebih dekatkan lagi diri kepadaNya. Semakin berat ujian yang diberikan Allah kepada kita, itu artinya bahwa Allah ingin kita menjadi pribadi yang semakin kuat. Itu artinya, Allah ingin kita semakin dekat lagi denganNya dan senantiasa megingatNya karena Ia sangat sayang dan cinta kepada kita. Bagi Anda yang saat ini sedang diuji dan merasa ujian tersebut berat, tetaplah bersabar dan yakin saja bahwa ujian tersebut adalah cara Allah memperkuat Anda. Selalu bersyukur dan bersabar dengan apa yang ada di hidup Anda karena itu akan membuat Anda senantiasa bahagia. []
Orangberiman selalu mendapat pujian Allah apakah kamu pernah mengalami?jelaskan! Iklan Jawaban 4.5 /5 6 candini2007 Jawaban: pernah.. karena saya melakukan apa yg disuruh oleh allah dan saya telah menghindari larangan² allah bohong bohong Sedang mencari solusi jawaban B. Arab beserta langkah-langkahnya? Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah
This study aims to explain i how the nature of calamity in the Qur'an; ii what is the attitude of mankind towards calamity according to the Qur'an; and iii how to deal with calamity according to the Qur'an. This study uses the mawdu'i thematic method with a qualitative descriptive approach. The results showed that i the calamity in the Qur'an with all its derivations boils down to an unexpected event and can mean positive or negative; ii According to the Qur'an, in general, the attitude of man is facing and responding to calamity determined by God there are two attitudes 1 the attitude of the man that is only in accordance with his own personal desires, and 2 the attitude of the praiseworthy man, namely al-Mukhbitun. This last attitude is the characteristic of a true believer who gets good news from God; iii the solution to the calamity according to the Qur'an is inferred on the awareness to immediately return to God through repentance for all sins that can invite calamity and hasten to do righteous deeds, and be patient and rely on Allah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Vol. 6, No. 2, Januari 2022* Correspondence, Staf pada Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab STIBA Makassar, Indonesia, Jalan Inspeksi PAM, Manggala, Makassar, Indonesia, 2527-7251e-ISSN 2549-9262DOI dalam Perspektif Al-Qur’anMuhammad Ikhsan*Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab STIBA Makassar, Indonesiaemail muhikhsan Iskandar*Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab STIBA Makassar, Indonesiaemail study aims to explain i how the nature of calamity in the Qur’an; ii what is the aitude of mankind towards calamity according to the Qur’an; and iii how to deal with calamity according to the Qur’an. This study uses the mawdu’i thematic method with a qualitative descriptive approach. The results showed that i the calamity in the Qur’an with all its derivations boils down to an unexpected event and can mean positive or negative; ii According to the Qur’an, in general, the aitude of man is facing and responding to calamity determined by God there are two aitudes 1 the aitude of the man that is only in accordance with his own personal desires, and 2 the aitude of the praiseworthy man, namely al-Mukhbitun. This last aitude is the characteristic of a true believer who gets good news from God; iii the solution to the calamity according to the Qur’an is inferred on the awareness to immediately return to God through repentance for all sins that can invite calamity and hasten to do righteous deeds, and be patient and rely on calamity, Qur’an, repentanceAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hakikat musibah dalam Al-Qur’an; bagaimana sikap manusia terhadap musibah menurut Al-Qur’an; dan bagaimana solusi menghadapi musibah menurut Al-Qur’an. Penelitian ini menggunakan metode maudhu’i tematik dengan pendekatan Jurnal STUDIA QURANIKA 184 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandardeskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musibah di dalam Al-Qur’an dengan semua derivasinya bermuara pada suatu kejadian yang tidak disangka-sangka dan dapat bermakna positif ataupun negatif; menurut Al-Qur’an, secara umum sikap manusia dalam menghadapi dan menanggapi musibah yang ditetapkan Allah itu ada dua sikap sikap manusia yang hanya sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan pribadinya masing-masing, dan sikap manusia yang terpuji, yaitu al-Mukhbitun. Sikap yang terakhir inilah karakterististik mukmin sejati yang mendapatkan kabar gembira dari Allah; solusi menghadapi musibah menurut Al-Qur’an tersimpul pada kesadaran untuk segera kembali kepada Allah melalui taubat atas semua dosa yang dapat mengundang musibah dan bersegera melakukan amal saleh; berupa salat, sabar dan bersandar sepenuhnya kepada kunci musibah, Al-Qur’an, taubatPendahuluanKehidupan dunia adalah ketidakabadian dan ketidakstabilan. Ia ibarat roda yang terus berputar dan tidak pernah diam. Hari ini ia berada di atas, namun esok hari tiba-tiba ia telah berada di titiknya yang paling bawah. Hari ini ia membuat manusia tersenyum, dan tiba-tiba saja ia telah membuatnya menangis penuh kesedihan. Kelahiran yang membahagiakan, selalu diikuti dengan kematian yang menyedihkan. Kelapangan yang menyenangkan, selalu diikuti dengan himpitan yang menyengsarakan, atau setidaknya peradaban manusia memiliki banyak contoh dan bukti, bagaimana suatu bangsa, masyarakat atau bahkan individu yang mengalami siklus kehidupan seperti itu. Tiba-tiba saja banjir membandang, bumi bergoyang, gunung meletus, air laut pasang hingga menghabisi daratan, dan sederetan peristiwa-peristiwa besar lainnya. Atau dalam skala yang lebih kecil seperti rumah terbakar, harta benda dijarah orang, keluarga yang sakit keras, atau usaha yang di ambang kebangkrutan. Kita biasa menyebutnya dengan istilah “musibah”.11 Ali bin Nayif al-Syuhud, Mausu’ah Fiqh al-Ibtila’, jilid 1, Kairo Dar al-Salam Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 185Jika menelaah Al-Qur’an, kata “musibah”, yang berasal dari akar kata “as}āba” beserta derivasinya disebutkan sebanyak 77 kali. Khusus untuk kata “musibah” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 10 Hal ini menunjukkan bahwa kata tersebut memiliki nilai yang penting bagi manusia. Sebagai contoh, kata “musibah” dikemukakan dalam surat al-Tagābun 11,    Artinya Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dalam menjelaskan ayat di atas, Ibnu Kasir mengemukakan bahwa Allah menyatakan tiada sesuatu pun yang terjadi di alam ini melainkan dengan kehendak dan kekuasaan Allah swt., sedangkan siapa yang beriman kepada Allah pasti ia akan rela pada putusan Allah baik pada qad}ā’ maupun takdir-Nya, dengan iman itulah hati akan mendapatkan ketenangan, karena ia telah yakin bahwa yang dikehendaki tidak akan dalam pengertian ujian yang diberikan Allah swt. kepada manusia, tidak hanya berupa penderitaan saja, tetapi bisa jadi berupa kebaikan, sebagaimana ditegaskan dalam al-Anbiyā 35,  1413 H, p. Muhammad Fu’ad Abd. al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim, Beirut Dar al-Ma’rifah, 1992, p. Awaliah, Lia, and Muhammad Alif. “Musibah dalam Perspektif Hadis.” Holistic Al-Hadis 5, no. 2 2019 68-91. Jurnal STUDIA QURANIKA 186 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarArtinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kami lah kamu di atas menjelaskan bahwa ujian Allah bisa berupa keburukan dan kebaikan, keduanya adalah berasal dari Allah swt. Ujian ini akan memberikan motivasi untuk meningkatkan keimanan kepada Allah swt. bagi mereka yang benar-benar taat Sebagai contoh, seseorang yang diberikan anugerah kebaikan, seperti mendapat jabatan yang tinggi, harta yang banyak, boleh jadi seseorang itu akan semakin dekat kepada Allah swt., dan tak menutup kemungkinan ia juga boleh jadi semakin menjauh dari Allah swt., dari ujian yang diberikan tentang musibah bukan hal yang baru, ada beberapa kajian terdahulu yang telah membahas tentang tema ini. Diantaranya “Musibah dalam Perspektif al-Qur’an” dikaji dengan metode tafsir tematik yang menyimpulkan bahwa musibah merupakan ujian taraf keimanan terhadap Allah Kemudian, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Musibah Pandemi Covid-19” dengan merujuk kepada tafsir Ibnu Katsir menerangkan bahwa terjadinya musibah sudah kehendak Allah SWT, dan sikap sebagai seorang manusia harus bersabar dalam menghadapi musibah Dan “Agama di Tengah Musibah” yang mengkaji buku Haidar Bagir sebagai bacaan yang relevan dalam menghadapi pandemi, sebagai penganut 4 Darmawan, Candra. “Musibah Di Era Modern Dalam Perspektif Pemikiran Quraish Shihab.” Yonetim Jurnal Manajemen Dakwah 1, no. 1 2018 Rusli, Abdul Rahman. “Musibah dalam Perspektif Alquran Studi Analisis Tafsir Tematik.” Journal Analytica Islamica 1, no. 1 2012 Rusli, Abdul Rahman. “Musibah dalam Perspektif Alquran” Sasa Sunarsa,”Tinjauan Hukum Islam terhadap Musibah Pandemi Covid-19 dan Implikasinya pada sikap Umat dalam Menghadapi Wabah Covid-19” Mutawasith Jurnal Hukum Islam, Vol. 4. No. 01, 2021 1-18. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 187Agama dalam menghadapi musibah sebagai wahyu ilahi yang diturunkan untuk memberikan panduan dan pegangan dalam setiap momen kehidupan manusia, tentu saja memiliki panduan dalam menyikapi setiap musibah yang terjadi. Al-Qur’an tentu juga memiliki gambaran tentang bagaimana musibah itu. Atas dasar itulah, maka penelitian ini bermaksud untuk menelusuri lebih jauh dan dalam bagaimana sesungguhnya musibah dalam perspektif Al-Qur’an. Diharapkan dengan meneliti semua ayat Al-Qur’an yang memuat kata “musibah” dalam semua variannya, dapat disimpulkan dan dirumuskan sebuah konsep yang utuh tentang “musibah” sesuai dengan perspektif Al-Qur’ latar belakang tersebut, rumusan masalah utama penelitian ini adalah “bagaimana musibah dalam perspektif Al-Qur’an dan bagaimana solusi Al-Qur’an dalam menghadapi musibah tersebut?”. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan i bagaimana hakikat musibah dalam Al-Qur’an; ii bagaimana sikap manusia terhadap musibah menurut Al-Qur’an; dan iii bagaimana solusi menghadapi musibah menurut Al-Qur’ ini menggunakan metode maudhu’i tematik dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dengan metode ini, ayat-ayat yang mengandung kata “musibah” dengan semua bentukannya dikumpulkan untuk dianalisa dan diambil kesimpulannya. Setelah itu, ayat-ayat tersebut diklasikasikan sesuai dengan tema-tema kecil yang dikandungnya. Penjelasan terhadap ayat-ayat tersebut diupayakan sepenuhnya dengan merujuk kepada penjelasan dan tafsir para ulama tafsir terhadap ayat-ayat yang terkait. 8 Raudatul ulum Ruksin, “Agama di Tengah Musibah” Harmoni, Vol 19, No. 1, 2020. Jurnal STUDIA QURANIKA 188 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarDefinisi MusibahKata “musibah” secara bahasa adalah berasal dari kata kerja yang berarti datang dengan yang benar/tepat dan menginginkan kebenaran. Dalam bahasa Arab, kata ini juga digunakan untuk lemparan anak panah yang tepat mengenai Kata tersebut berasal dari kata al-s}aub yang bermakna 1 jatuh dari atas ke bawah al-ins}ibāb, dan 2 kebenaran/ketepatan al-s}awab.10 Kata ini kemudian -menurut al-Ragib al-Asfahani- digunakan untuk pengertian bahaya, celaka, atau bencana dan Al-Qurthubi mengatakan, 12ArtinyaMusibah ialah apa saja yang menyakiti dan menimpa diri orang mukmin, atau sesuatu yang berbahaya dan menyusahkan manusia meskipun kecil. Untuk menguatkan pengertian tersebut, al-Qurṭūbī mengemukakan hadis yang diriwayatkan oleh Ikrimah bahwa lampu Nabi Saw. pernah mati pada suatu malam. Lalu, beliau membaca, “innā lillāhi wa innā ilaihi rājiūn sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami kembali”. Para sahabat bertanya, “Apakah ini termasuk musibah, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Ya, apa saja yang 9 Muhammad bin Mukram bin Manzur, Lisan al-Arab, jilid 1, Cetakan 2 Beirut, Dar Sadir, 1408 H, p. 534 10 Muhammad bin Muhammad al-Zabidi, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, jilid 1, Cetakan 3 Dar Ihya’ al-Turas al-Arabi, 1409 H, Al-Ragib al-Isfahani, Mufradat  Gharib al-Qur’an, Beirut Dar al-Fikr, p. Muhammad bin Ahmad al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, jilid 2, Cetakan 3, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1410 H, p. 174-175. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 189menyakiti orang mukmin disebut musibah.”13Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata “musibah” dimaknai sebagai 1 kejadian/peristiwa menyedihkan yang menimpa, dan 2 malapetaka dan Sementara Quraisy Syihab menjelaskan bahwa “musibah” pada mulanya berarti “sesuatu yang menimpa atau mengenai”. Sebenarnya, sesuatu yang menimpa itu tidak selalu buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu yang baik. Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk, tetapi boleh jadi apa yang kita anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka Al-Qur’an menggunakan kata ini untuk sesuatu yang baik dan buruk al-Baqarah 216.15Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Musibah adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan terjadi di luar dugaan manusia dan kejadian tersebut dapat berupa kesusahan atau kesenangan. Akan tetapi, pada umumnya masyarakat lebih memahami makna musibah sebagai hal yang buruk, padahal sesuatu yang dianggap buruk itu sebenarnya ada nilai baik karena di balik keburukan terdapat hikmah atau pelajaran yang dapat diambil. Musibah itu secara kebahasaan mengandung dua makna, yaitu 1 berasal dari atas turun ke bawah; dan 2 mengenai dengan tepat/benar. Dari dua makna ini dapat pula dikatakan bahwa setiap musibah itu pada dasarnya berasal dan ditakdirkan oleh Yang Maha Tinggi, 13 Riwayat hadis ini belum berhasil ditemukan oleh peneliti. Al-Qurtubi sendiri tidak menjelaskan status riwayat hadis ini. Karena itu ia mengatakan bahwa makna hadis ini sesuai dengan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda yang artinya “Tidaklah seorang mukmin ditimpa kesulitan, kepayahan, sakit, kesedihan bahkan kegelisahan yang mengganggunya melainkan itu menjadi penghapus bagi dosa-dosanya.” Lih. Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, jilid 12 Cetakan 5 Dar al-Malayin, Beirut, 1415 H, p. 467. 14 Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan 10, Jakarta Balai Pustaka, 2000, p. M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah, jilid 1, Cetakan 2, Jakarta Lentera Hati, , 2007, p. 247. Jurnal STUDIA QURANIKA 190 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandaryaitu Allah kepada salah satu makhluk-Nya. Ketetapan itu pasti tepat menimpa sang makhluk tersebut, bukan yang Musibah dalam Al-Qur’anDalam penelitian ini, penulis hanya akan memfokuskan penelitian pada kata “musibah” dan semua derivasinya di dalam Al-Qur’an, meskipun terdapat beberapa kata yang juga memiliki kedekatan pengertian dengan kata “musibah”, seperti al-balā’, al-tnah dan al-imtihān. Diharapkan dengan memfokuskan penelitian pada kata musibah, pengertian-pengertian, makna-makna, dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam kata-kata semakna tersebut dapat tercakup meskipun secara global. Kata musibah dengan semua bentuk derivasinya digunakan di dalam Al-Qur’an sebanyak 77 kali. Pemakaian tersebut terdapat dalam 56 ayat di 27 surah. Rincian penggunaannya adalah Dalam bentuk ’il mād}i sebanyak 33 kali. Dalam bentuk ’il mud}āri’ sebanyak 32 kali. Dalam bentuk isim sebanyak 12 kata “musibah”sendiri disebutkan sebanyak 10 kali di dalam Al-Qur’an, yaitu di dalam al-Baqarah [2] 156, Ali Imrân [3] 165, al-Nisâ’ [4] 62, 72, al-Mâ’idah [5] 106, al-Taubah [9] 50, al-Qas}ās} [28] 47, al-Syûrâ [42] 30, al-Hadîd [57] 22, dan al-Tagâbun [64] tentang eksistensi musibah itu sendiri, maka Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa pada dasarnya musibah itu berasal dari ketetapan dan takdir Allah. Di dalam al-Hadîd [57] 22, Allah menjelaskan bahwa musibah bencana yang terjadi di bumi atau menimpa diri seseorang telah dicatat Allah 16 Bandingkan dengan Mardan, Wawasan al-Qur’an Tentang Malapetaka, Tangerang Pustaka Arif, 2009, p. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an, Mesir al-Maktabah al-Ilmiyyah, 1400 H, p. 527-528. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 191di dalam kitab lauh}un mahfūz} = sebelum musibah itu terjadi. Jadi, sudah lebih dahulu diketahui Allah.      TerjemahnyaTiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab lauh}un mahfūz} sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. al-Hadid [57] 2218Adapun dalam al-Tagābun [64] 11, Allah menjelaskan bahwa suatu musibah tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah. Allah swt. perlu mempertegas hal ini agar kemudian menjadi sebuah kesadaran yang terhujam dalam diri setiap manusia. Jika seorang manusia telah memiliki kesadaran tersebut, maka hal itu sangat bermanfaat untuk meredam kesedihannya jika musibah itu menyedihkan, dan meredam kesombongannya jika musibah itu menyenangkan dan membanggakan. Sebagaimana ditegaskan dalam Surah al-Hadid ayat 23,    TerjemahnyaAgar engkau tidak merasa putus asa atas apa yang luput dari kalian, dan kalian tidak terlalu gembira dengan karunia yang diberikan pada kamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang angkuh lagi di dalam surah al-Tagābun ayat 11, kesadaran tersebut dikaitkan dengan iman kepada Allah. Hal ini sangat 18 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, Solo Pustaka Tiga Serangkai, 2009, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 540. Jurnal STUDIA QURANIKA 192 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandarjelas, karena salah satu bagian penting dari iman kepada Allah adalah meyakini bahwa semua peristiwa yang terjadi berada dalam pengaturan dan kekuasaan Allah. Iman yang seperti ini akan mengantarkan seseorang untuk mendapatkan petunjuk dan Musibah dalam Al-Qur’anAl-Qur’an menyebutkan beberapa bentuk musibah yang dapat menimpa manusia. Namun secara umum, musibah dari sisi ini dapat dibagi menjadi dua musibah duniawi dan musibah Musibah kematian   TerjemahnyaHai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang untuk bersumpah, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan menukar sumpah ini dengan harga yang sedikit untuk kepentingan seseorang, walaupun dia karib kerabat, dan tidak pula kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.” al-Ma’idah [5] 1062020 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 193Musibah kematian adalah musibah yang tak pernah dapat disangka. Karena itu, di dalam ayat ini secara khusus Allah menekankan untuk melakukan tindakan berjaga-jaga sebelum kematian datang dengan tiba-tiba. Yaitu dengan menyiapkan Kedua, Musibah berupa ujian atas keyakinan  TerjemahnyaDan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. al-Hajj [22] 1122Ayat ini pada di masa awal Islam terkait dengan fenomena sebagian kaum Arab Badui yang datang ke kota Madinah meninggalkan kampung halaman mereka. Ketika mereka tiba di Madinah lalu mendapati hewan ternak mereka berkembang biak dengan baik, istri mereka melahirkan keturunan yang sehat dan kekayaan mereka bertambah; maka saat itu mereka mengatakan, “Kalau begitu ini adalah agama yang baik.” Mereka pun masuk Islam karenanya. Namun jika yang terjadi kemudian adalah sebaliknya, maka ia akan mengatakan, “Sejak aku memeluk agama ini, aku tidak pernah mendapatkan kebaikan.” Akhirnya mereka pun kembali 540, p. Tahir bin Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, jilid 3, Maroko Dar al-Garb al-Islami, 1409 H, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 333. 23 Al-Husain bin Mas’ud al-Bagawi, Ma’alim al-Tanzil, Ed. Muhammad al-Namr jilid 5, Riyad Dar Tayyibah, 1413 H, p. 132. Jurnal STUDIA QURANIKA 194 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarMusibah seperti ini berfungsi untuk menguji seberapa kuat keyakinan seorang muslim terhadap agamanya. Musibah semacam ini akan membedakan antara seorang mukmin sejati dan Musibah berupa h}asanah dan sayyi’ah      TerjemahnyaDi mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan, “Ini datangnya dari sisi kamu Muhammad.” Katakanlah, “Semuanya datang dari sisi Allah.” Olehnya, mengapa orang-orang itu orang munak hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari kesalahan dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. al-Nisa’ [4] 78-7924Musibah itu dapat berupa kebaikan ataupun keburukan. Menurut Ibn al-Jauzi, terdapat tiga pendapat dalam menafsirkan apa yang dimaksud dengan h}asanah kebaikan dan sayyiah keburukan dalam ayat ini Pertama, Bahwa yang 24 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 333. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 195dimaksud h}asanah adalah kemenangan yang diperoleh kaum muslimin dalam peristiwa perang Badar. Sedangkan sayyi’ah adalah kekalahan yang mereka rasakan dalam peristiwa perang Uhud. Kedua, Bahwa yang dimaksud h}asanah adalah ketaatan, dan sayyi’ah adalah kemaksiatan. Ketiga, Bahwa yang dimaksud h}asanah adalah kenikmatan, dan sayyi’ah adalah kesusahan. Menurutnya, pendapat yang ketiga inilah yang lebih tepat untuk memaknai ayat tersebut, karena cakupannya yang lebih Penulis sependapat dengan hal tersebut, karena menggunakan makna yang lebih bersifat umum akan sejalan dengan semangat universalitas Al-Qur’ lain yang juga ditegaskan melalui ayat ini adalah perbedaan penisbatan asal-muasal musibah yang berupa h}asanah dan sayyi’ah tersebut. Jika musibah itu berupa hasanah, maka itu berasal dari Allah Namun jika ia berupa sayyi’ah, maka itu dianggap berasal dari manusia itu sendiri . Hal ini tentu saja tidak berarti bahwa jika ia berupa sayyi’ah berarti hal itu terlepas dari qad}ā’ dan qadar Allah. Hanya saja sayyi’ah itu terjadi dan menimpa manusia karena adanya hukum sebab-akibat. Penjelasannya adalah karena disebabkan oleh kemaksiatan, kedurhakaan, pelanggaran dan kejahilan manusia itu, Allah kemudian menetapkan terjadinya sayyi’ah dalam kehidupannya. Itu terjadi, bukan pula karena Allah menyukai hal-hal yang sayyi’ah, namun itu terjadi karena Allah menghendaki kebaikan di balik sayyi’ah tersebut. Kebaikan itu bisa saja berupa lahirnya kesadaran dari yang bersangkutan akan kesalahannya, atau kesadaran pihak lain yang menyaksikannya untuk mengambil pelajaran dengan tidak melakukan kesalahan yang sama. Intinya bahwa ketika Allah menakdirkan sebuah sayyi’ah terjadi, maka itu bukan karena Ia menghendaki sayyi’ah itu un sich. Namun karena adanya hikmah di balik sayyi’ah tersebut. 25 Abu al-Faraj ibn al-Jawzi, Zad al-Masir, ed. Zuhair al-Syawis, jilid 2, Beirut al-Maktab al-Islami, 1400 H, Jurnal STUDIA QURANIKA 196 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarKeempat, Musibah penzalimanSalah satu bentuk musibah yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an adalah musibah dalam wujud penzaliman. Kita dizalimi, hak kita dirampas, kehormatan kita direndahkan, dan lain sebagainya. Bentuk musibah ini disebutkan oleh Allah dalam surah al-Syura ayat 39,   TerjemahnyaDan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menaahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan bagi orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan lalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaaan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim. al-Syūrā [44] 37-4026Dalam ayat ini, Allah menyebutkan salah satu bentuk musibah al-bagyu sekaligus menggambarkan bagaimana sikap terbaik kaum beriman terhadapnya. Ibnu Kasir menjelaskan bahwa di dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa manusia 26 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 4097. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 197terbaik adalah mereka yang ketika dizalimi dan mereka memiliki kemampuan untuk membalas quwwah al-intisar, namun mereka tidak menggunakannya untuk membalas. Mereka tidak lemah atau tak berdaya. Mereka mampu untuk melakukan hal yang sama, namun mereka menahan diri untuk itu. Seperti ketika Nabi Yusuf as. telah menjadi menteri di Mesir dan semua saudaranya yang dahulu menzaliminya datang menemuinya. Ia mampu untuk membalas perbuatan mereka terhadap dirinya dahulu, namun ia tidak melakukannya. Begitu pula yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam beberapa dengan itu, Ibnu Zaid mengatakan, “Allah telah membagi orang beriman itu ada dua 1 orang yang memaaan siapa yang menzaliminya, dan itulah yang diungkapkan di awal oleh Allah Jika mereka marah, mereka memaaan’; dan 2 orang yang ketika dizalimi, mereka membalas namun tidak melampaui batas.”28 Kelima, Musibah dalam wujud rahmat  TerjemahnyaDan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; dia berkuasa penuh pergi menuju ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang 27 Abu al-Fida’ Isma’il bin Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, jilid 3, Beirut al-Maktabah al-Ilmiyyah, 1406 H0, p. Al-Husain bin Mas’ud al-Bagawi, Ma’alim al-Tanzil, jilid 6, p. 332. Jurnal STUDIA QURANIKA 198 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandarberiman dan selalu bertakwa. Yusuf [12] 56-5729Menurut Ibnu Kasir, dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa ia tidak menyia-nyiakan kesabaran Yusuf as. dalam menghadapi berbagai musibah yang bersifat negatif. Mulai dari tindak aniaya saudara-saudaranya hingga muslihat istri Sang al-Aziz yang menyebabkan ia dipenjara. Kesabarannya atas semua itu berbuah manis dengan diturunannya musibah yang bermakna positif berupa rahmat dan nikmat duniawi yang besar. Yusuf as. kemudian dipercaya menjadi seorang ayat ini, Allah juga mengingatkan bahwa sebesar apapun balasan kesabaran yang diperoleh oleh seorang hamba di dunia ini, namun balasan di akhirat jauh lebih baik. Maknanya adalah bahwa jika kesabaran menghadapi musibah itu tak kunjung berbuah manis di dunia, maka seorang mukmin tidak perlu risau dan putus asa. Karena di akhirat ia akan mendapatkan yang jauh lebih Musibah berupa kehinaan dan siksa yang pedih di sisi Allah   TerjemahnyaDan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka 29 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 24230 Abu al-Fida’ Isma’il bin Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, jilid 3, p. 396. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 199tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya. Apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata “Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah”. Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya. al-An’ām [6] 123-12431Musibah kehinaan dan siksa yang pedih-sebagaimana digambarkan ayat ini-ditujukan kepada orang-orang kar yang menolak kebenaran, bukan karena mereka berhasil mengalahkan hujjah dan argumentasi kebenaran itu sendiri. Namun tidak lebih karena kedengkian dan rasa gengsi. Diriwayatkan bahwa salah satu asbāb al-Nuzūl ayat ini adalah bahwa al-Walid bin al-Mugīrah pernah mengatakan, “Seharusnya kenabian itu memang benar adanya, maka pasti saya lebih berhak mendapatkannya dibandingkan Muhammad.”32 Jadi sebenarnya orang-orang kar itu merasa gengsi dan pamor mereka lebih memenuhi kriteria untuk mendapatkan karunia nubuwwah dibandingkan Rasulullah Muhammad saw. Al-Razi menyebutkan bahwa salah satu penafsiran “Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah” adalah 3331 Abu al-Fida’ Isma’il bin Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, jilid 3, p. Muhammad bin Umar Al-Razi, al-Tafsir al-Kabir, jilid 4, Lebanon Dar Ihya al-Turas al-Arabi, 1409 H, p. Muhammad bin Umar Al-Razi, al-Tafsir al-Kabir, p. 465 Jurnal STUDIA QURANIKA 200 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarArtinyaKaum kar itu ingin pula mendapatkan kenabian nubuwwah dan kerasulan risalah, sebagaimana yang didapatkan oleh Muhammad saw. Dan mereka juga ingin menjadi orang-orang yang diikuti, bukan mengikuti. Menjadi orang-orang yang dilayani, bukan itu, Allah membantah keinginan mereka itu dengan menyatakan bahwa Ia lebih mengetahui siapa yang tepat mendapatkan nubuwwah dan risālah itu. Dan masih menurut al-Razi, dalam ayat ini terdapat sebuah catatan yang sangat dalam dari Allah. Yaitu bahwa salah satu syarat utama untuk mendapatkan karunia nubuwwah adalah kebersihan diri dari sifat makar, tipu daya dan Akibat sifat-sifat buruk inilah, maka mereka berhak mendapatkan dua musibah dari Allah kehinaan dan siksa yang Musibah ketakutan, kelaparan, kematian dan semacamnyaHal ini disebutkan Allah dalam rman-Nya           TerjemahnyaTidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah pergi berperang dan tidak patut pula bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan 34 Muhammad bin Umar Al-Razi, al-Tafsir al-Kabi, p. 465 Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 201DOI pada jalan Allah. dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kar, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan di tuliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. al-Taubah [9] 12035Ayat ini secara spesik ditujukan kepada kaum Arab badui yang enggan ikut serta dalam jihad di jalan Allah. Menurut Ibnu Kasir, ayat ini menjelaskan bahwa mereka kehilangan pahala dan balasan dari Allah karena ketidakmauan mereka untuk merasakan ujian dan cobaan berupa rasa lapar, haus dan lelah dalam Padahal tanpa ikut serta dalam jihad pun mereka akan tetap berpeluang untuk mendapatkan musibah seperti itu, meskipun mereka hanya diam di rumah-rumah mereka. Karena hal semacam ini telah menjadi sunnatullah di alam semesta ini. Sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surah al−Baqarah ayat 155,   TerjemahnyaDan pasti akan kami uji kalian dengan sesuatu dari ketakutan, dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah−buahan, dan berilah kabar gembira bagi orang−orang yang sabar. al-Baqarah [2] 1553735 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Abu al-Fida’ Isma’il bin Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, jilid 4, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 24. Jurnal STUDIA QURANIKA 202 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarAllah akan menguji manusia dengan berbagai ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan bahan makanan. Dengan ujian ini kaum muslimin menjadi umat yang kuat mentalnya, umat yang mempunyai keyakinan yang kokoh, jiwa yang tabah, dan tahan ayat ini disebut beberapa contoh bentuk musibah yaitu Rasa ketakutan, termasuk ke dalamnya ketakutan disebabkan permusuhan dan peperangan yang selalu mengancam jiwa, seperti yang dialami umat Islam di Mekkah sebelum hijrah. Kemudian Rasa kelaparan karena kemiskinan, Kekurangan harta, seperti orang Islam yang meninggalkan semua hartanya di Mekkah sehingga sampai di Madinah tidak memiliki harta apa pun. Termasuk ke dalam kekurangan harta ialah kehilangan harta karena bencana, seperti kebakaran, kebanjiran, gempa bumi, kemalingan, dan lain-lain. Kemudian Kehilangan jiwa berupa kematian ayah, ibu, anak, dan orang-orang yang dicintai. Dan Kekurangan buah-buahan, seperti timbulnya hama yang menyerang hasil-hasil pertanian atau kekeringan yang menyebabkan tanam-tanaman menjadi rusak sehingga tidak mendatangkan hasil yang baik. 38Dengan menganalisa semua bentuk musibah tersebut, maka dari sisi dampaknya setidaknya musibah dapat dibagi menjadi dua musibah duniawi dan musibah ukhrawi. Musibah duniawi adalah musibah yang dampaknya hanya terbatas pada kehidupan dunia, seperti kekayaan, kelapangan, kematian, kelaparan, dan segala bentuk kesenangan atau kesulitan hidup lainnya. Sementara musibah ukhrawi adalah musibah yang dampaknya dirasakan hingga akhirat, seperti musibah goyahnya keyakinan dan keimanan seseorang kepada agama yang hak. Orang yang mendapatkan musibah semacam ini akan mendapatkan musibah yang jauh lebih berat di kehidupan Suci Ramadhani, Musibah dalam Perspektif al-Qur’an, hp// 17 Maret 2021. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 203Sikap Manusia Menghadapi MusibahPertama, bersikap sesuai dengan kepentingan diri dan hawa musibah yang menimpa itu berupa kebaikan dan kelapangan, maka ia senang dan gembira. Namun jika tidak menguntungkan, maka mereka pun kecewa dan putus asa. Hal ini sebagaimana dalam rman Allah  TerjemahnyaDan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah bahaya disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia pula yang menyempitkan rezeki itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. al-Rum [30] 36-3739Menurut al-Alusi, kegembiraan sebagian manusia akan kelapangan itu adalah kegembiraan yang membuatnya sombong dan takabur. Menurutnya, kegembiraan semacam ini berbeda dengan kegembiraan orang-orang yang bersyukur. Berdasarkan itu, maka ia membagi kegembiraan itu menjadi dua yang terpuji dan Sikap yang sama juga disebutkan 39 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Syihab al-Din Mahmud bin Abdillah al-Alusi, Ruh al-Ma’ani  Tafsir al-Qur’an al-Azim wa al-Sab’i al-Matsani, jilid 15, Beirut Dar al-Fikr, 1408 H, p. 369. Jurnal STUDIA QURANIKA 204 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandaroleh Allah dalam surah al-Rum ayat 48-49,           TerjemahnyaAllah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira. Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. al-Rum [30] 48-4941Bahkan dalam tingkatan yang lebih parah dan tragis dari itu adalah jika musibah keburukan itu menimpa, mereka tidak sekedar berputus asa dan kecewa saja. Namun mereka justru meninggalkan agama Allah, sebagaimana telah dijelaskan dalam bahasan musibah yang berupa ujian terhadap keyakinan dalam surah al-Hajj ayat 11-12. Al-Sa’di menjelaskan bahwa mereka mengira dengan murtad dan keluar dari agama Allah, mereka dapat mengembalikan kenikmatan dunia yang hilang. Namun yang terjadi justru mereka mendapatkan kerugian di dunia dan lain dari tipologi manusia semacam ini adalah ketidakrelaan melihat orang lain mendapatkan hasanah. 41 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Abd al-Rahman bin Nasir al-Sa’di, Taisir al-Karim al-Rahman, Beirut Mu’assasah al-Risalah, 1410 H, p. 411. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 205Mereka kecewa dan iri jika Allah menganugerahkan kebaikan kepada orang lain. Persis seperti orang-orang kar yang dengki melihat Nabi saw. mendapatkan karunia nubuwwah dan risalah dari Allah. Allah menggambarkan tipologi manusia ini dengan mengatakan TerjemahnyaJika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. Ali Imran [3] 12043Mental semacam inilah yang juga dimiliki oleh orang-orang kar. Mereka kecewa jika melihat kemenangan kaum muslimin, berbondong-bondongnya manusia masuk ke dalam agama Allah, serta membenarkan Rasulullah saw. dan apa yang ia bersikap seperti sikap kaum al-MukhbitunHal ini sebagaimana disebutkan di dalam rman Allah43 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Muhammad bin Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan  Ta’wil al-Qur’an, jilid 7, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1410 H, p. 224. Jurnal STUDIA QURANIKA 206 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarTerjemahnya Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan kurban, supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah. Yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menaahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. al-Hajj [22] 34-3545Di dalam ayat ini, secara khusus Allah memberikan kabar gembira kepada kaum al-Mukhbitun. Siapa yang dimaksud kaum al-Mukhbitun itu? Al-Sa’di mengatakan terkait penjelasan terhadap ayat ini46ArtinyaAl-mukhbit adalah orang tunduk kepada Tuhannya, berserah diri kepada-Nya dan bersikap rendah hati kepada salah satu sifat al-mukhbit yang disebutkan dalam ayat ini adalah “…orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka…”. Mereka bersabar menerima semua ujian, yang menyenangkan ataupun tidak. Mereka tidak mengeluh, karena selalu menantikan balasan dari Allah direnungkan, maka al-mukhbitūn itulah karakteristik mukmin sejati. Dalam ayat lain, mereka juga disebut sebagai al-s}ābirūn orang-orang yang bersabar. Allah berrman45 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Abd al-Rahman bin Nasir al-Sa’di, Taisir al-Karim al-Rahman, p. Abd al-Rahman bin Nasir al-Sa’di, Taisir al-Karim al-Rahman, p. 414. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 207 وTerjemahnyaDan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut nya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar. Ali Imran [3] 14648Al-s}ābirūn adalah orang-orang yang ketika mendapatkan musibah dan ujian, mereka tidak serta merta menjadi lemah, lesu dan menyerah terhadap keadaan. Mereka berserah diri kepada Allah dan itu menjadi sumber kekuatan bagi mereka dalam menjalani musibah demi musibah dalam hidup mereka. Dan salah satu bukti penyerahan diri mereka adalah dengan berdoa. Dalam kelanjutan ayat itu dikatakan,  TerjemahnyaTidak ada doa mereka selain ucapan “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kar.” Ali Imran [3] 14749Sebab-sebab Terjadinya Musibah dalam Al-Qur’anPertama, Dosa dan kedurhakaan manusia kepada AllahHal ini adalah sebuah fakta kebenaran yang berulang 48 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 68. Jurnal STUDIA QURANIKA 208 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandarkali diungkapkan di dalam Al-Qur’an. Antara lain dalam surah al-Syura ayat 30 TerjemahnyaDan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaaan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu. al-Syura [42] 3050Ibnu Katsir menjelaskan bahwa apapun musibah buruk yang menimpa, maka itu disebabkan oleh kejahatan, kesalahan dan kedurhakaan yang sebelumnya pernah dilakukan. Namun musibah itu bukanlah sepenuhnya balasan atas kesalahan tersebut. Sebab masih lebih banyak dosa dan kesalahan yang diampunkan oleh Allah. Seandainya semua dosa itu hendak dibalas oleh Allah, maka yang terjadi adalah seperti dalam rman-NyaTerjemahnyaDan andai Allah hendak menghukum manusia atas semua dosa yang mereka kerjakan, niscaya ia tak akan membiarkan satupun hewan melata hidup di atas bumi. QS. Fatir [35] 4551Salah satu bentuk kedurhakaan yang dengan tegas disebut sebagai penyebab musibah adalah mendustakan ayat-ayat Allah. Di dalam surah al-A’raf ayat 100, Allah berrmanTerjemahnyaAndai penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya akan kami bukakan bagi mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Namun mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Maka kami pun 50 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 440. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 209menghukum mereka akibat apa yang mereka perbuat. al-A’raf [7] 9652Kedua, Menyelisihi perintah Rasulullah umum sebenarnya penyebab kedua ini dapat dimasukkan dalam penyebab pertama. Namun penulis memandang penyebab ini disebutkan secara khusus mengingat hal ini menjadi sebuah fenomena yang cukup mewabah saat ini. Terutama dengan munculnya fenomena penghinaan dan pelecehan terhadap Rasulullah saw beberapa waktu belakangan ini. Dalam kaitannya dengan ini, Allah swt. berrman  TerjemahnyaJanganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian yang lain. Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung kepada kawannya, maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. al-Nur [24] 6353Termasuk dalam kategori ini adalah apa yang telah dijelaskan sebelumnya Lihat penjelasan surah al-An’am ayat 124 tentang alasan dan argumentasi penolakan orang-orang kar yang tidak logis dan ilmiah terhadap dakwah Rasulullah saw. Mereka menolak apa yang dibawa oleh Nabi saw. bukan karena mereka memiliki alasan dan argumentasi yang lebih benar. Namun karena kedengkian terhadap Nabi saw. akibat antusiasme umat manusia untuk mengikuti ajaran Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 359. Jurnal STUDIA QURANIKA 210 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarSolusi Al-Qur’an dalam Menghadapi MusibahPertama, Beristi’anah kepada Allah melalui shalat dan sabar54Untuk menanggung beban musibah dibutuhkan kekuatan yang besar. Kekuatan yang besar itu tidak mungkin diraih kecuali dengan memohon pertolongan kepada Sang Mahakuat. Dan secara khusus, Allah swt. menyebutkan shalat dan sabar sebagai jalan utama untuk memohon pertolongan kepada dalam menghadapi setiap Ta’ala berrman, TerjemahnyaDan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. al-Baqarah [2] 45-4655Karena itu, 2 hal tersebut-sholat dan sabar-diabadikan dalam pesan Luqman al-Hakim sebagaimana disebutkan dalam Surah Luqman ayat 17,TerjemahnyaWahai anakku, tegakkanlah shalat, ajaklah kepada yang ma’ruf, cegahlah yang mungkar, dan bersabarlah atas 54 Fiqh Muwajahah al-Masa’ib, hp// 17 Maret 2021.55 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 7. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 211apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. Luqman [31] 1756Kedua, Menyandarkan segala yang ada –termasuk diri sendiri-kepada AllahDi dalam surah al-Baqarah ayat 155-157, Allah swt. memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. Lalu kemudian Allah menjelaskan siapa orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang ketika mendapatkan musibah segera sadar untuk menyandarkan dirinya kepada Allah dengan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Allah berrmanAyat ini diakhiri dengan janji Allah bahwa mereka yang melakukan hal ini musibah buruknya menjadi rahmat dari Meyakini bahwa ketetapan Allah itulah yang terbaikSeorang mukmin selalu menyakini bahwa semua musibah yang terjadi adalah ketetapan Allah. Dan mereka ikhlas menerima itu, karena Allah adalah Dzat yang menguasai mereka. Tidak hanya itu, dengan keyakinan itu mereka menunggu janji Allah untuk mendapatkan anugrah di dunia atau di akhirat. Allah berrman   TerjemahnyaKatakanlah wahai Muhammad “Tidak ada yang menimpa kami kecuali apa yang telah ditetapkan Allah 56 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. 412. Jurnal STUDIA QURANIKA 212 Muhammad Ikhsan, Azwar Iskandaruntuk kami, Dialah Penguasa kami, dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang beriman bertawakal.” Katakanlah wahai Muhammad “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan.” al-Taubah [9] 5057Keempat, Bertaubat dan beramal saleh Salah satu penyebab datang musibah yang buruk adalah dosa dan kedurhakaan pada Allah. Karena itu salah satu cara untuk mengantisipasi musibah tersebut adalah dengan segera bertaubat kepada Allah dan memperbanyak amal saleh. TerjemahnyaOrang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul setelah luka kekalahan yang menimpa mereka. Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. Ali Imran [2] 17258Ayat ini menggambarkan sikap orang-orang yang sepenuhnya berserah diri kepada Allah saat mereka merasakan pahitnya musibah dan ujian kekalahan. Kekalahan itu tidak melemahkan mereka, namun justru memotivasi mereka untuk segera bertaubat kepada Allah, lalu segera melaksanakan kebaikan yang lain. Allah sendiri menjelaskan mengapa mereka harus termotivasi untuk hal tersebut, yaitu tersedianya balasan yang besar dari penjelasan yang telah diuraikan dan dipaparkan 57 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, p. Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemah Maknanya, h. 72. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 213tentang musibah dalam perspektif Al-Qur’an, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, musibah di dalam Al-Qur’an dengan semua derivasinya bermuara pada suatu kejadian yang tidak disangka-sangka dan dapat bermakna positif ataupun negatif. Kedua, menurut Al-Qur’an, secara umum sikap manusia dalam menghadapi dan menanggapi musibah yang ditetapkan Allah itu ada dua sikap 1 sikap manusia yang hanya sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan pribadinya masing-masing, dan 2 sikap manusia yang terpuji, yaitu al-mukhbitun. Sikap yang terakhir inilah karakterististik mukmin sejati yang mendapatkan kabar gembira dari Allah. Ketiga, solusi menghadapi musibah menurut Al-Qur’an tersimpul pada kesadaran untuk segera kembali kepada Allah. Kembali kepada Allah itu terutama sekali diwujudkan melalui taubat atas semua dosa yang dapat mengundang musibah dan bersegera melakukan amal saleh; berupa salat, sabar dan bersandar sepenuhnya kepada PustakaAbd al-Baqi, Muhammad Fu’ad. 1400 H. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an. Mesir al-Maktabah al- Syihab al-Din Mahmud bin Abdillah. 1408 H. Ruh al-Ma’ani  Tafsir Al-Qur’an al-Azim wa al-Sab’i al-Matsani. Beirut Dar Al-Husain bin Mas’ud. 1413 H. Ma’alim al-Tanzil, Ed. Muhammad al-Namr Riyad Dar al-Ragib. Mufradat  Gharib Al-Qur’an, Beirut Dar Muhammad bin Ahmad. 1410 H. al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Cetakan 3. Beirut Dar al-Kutub al- Muslim bin al-Hajjaj. 1415 H. Shahih Muslim, Cetakan 5. Beirut Dar Muhammad bin Umar. 1409 H. al-Tafsir al-Kabir. Lebanon Dar Ihya al-Turas al- Abd al-Rahman bin Nasir. 1410 H. Taisir al-Karim al-Rahman. Beirut Mu’assasah al-Risalah. Jurnal STUDIA QURANIKA 214 Muhammad Ikhsan, Azwar IskandarAl-Syuhud, Ali bin Nayif. 1413 H . Mausu’ah Fiqh al-Ibtila’. Kairo Dar Muhammad bin Jarir. 1410 H. Jami’ al-Bayan  Ta’wil Al-Qur’an, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. Al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad. 1409 H . Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, Cetakan 3. Dar Ihya’ al-Turas al- Lia, and Muhammad Alif. “Musibah dalam Perspektif Hadis.” Holistic Al-Hadis 5, no. 2 2019 Candra. “Musibah Di Era Modern Dalam Perspektif Pemikiran Quraish Shihab.” Yonetim Jurnal Manajemen Dakwah 1, no. 1 2018 Agama Republik Indonesia. 2009. Al-Qur’an dan Terjemah Maknanya. Solo Pustaka Tiga Pendidikan Nasional RI. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan 10. Jakarta, Balai Muwajahah al-Masa’ib, hp// 17 Maret 2021.Ibn Asyur, Tahir. 1409 H. al-Tahrir wa al-Tanwir. Maroko Dar al-Garb al-Jawzi, Abu al-Faraj. 1400 H. Zad al-Masir, ed. Zuhair al-Syawis. Beirut al-Maktab Kasir, Abu al-Fida’ Isma’il. 1406 H. Tafsir Al-Qur’an al-Azim. Beirut al-Maktabah al- Manzur, Muhammad bin Mukram. 1408 H . Lisan al-Arab, Cetakan 2. Beirut, Dar 2009. Wawasan Al-Qur’an Tentang Malapetaka. Tangerang Pustaka Raudatul ulum, “Agama di Tengah Musibah” Harmoni, Vol 19, No. 1, Abdul Rahman. “Musibah dalam Perspektif Alquran Studi Analisis Tafsir Tematik.” Journal Analytica Islamica 1, no. 1 2012 Ramadhani, Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an, hp// 17 Maret 2021. Vol. 6, No. 2, Januari 2022Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an 215Sunarsa, Sasa,”Tinjauan Hukum Islam terhadap Musibah Pandemi Covid-19 dan Implikasinya pada sikap Umat dalam Menghadapi Wabah Covid-19” Mutawasith Jurnal Hukum Islam, Vol. 4. No. 01, 2021 M. Quraisy. 2007. Tafsir al-Misbah, Cetakan 2. Jakarta Lentera Hati. Muhammad Arman Al JufriAssumptions regarding the Covid-19 pandemic as a disaster in a negative interpretation have become a phenomenon in people's lives. Misguided assumptions about the spread of the Covid-19 Pandemic cannot be fully justified. This article examined the meaning of calamities and pandemics, especially the reading of maqāṣidĭ on disaster verses in the Al-Qur'an. This research utilized a qualitative approach with a literature review method. The material objects in this study include verses related to calamities in the Al-Qur'an. While the formal object includes the maqāṣidĭ interpretation approach of Abdul Mustaqim. The three points outlined include disaster theology in the Qur'an through reading maqāṣidĭ interpretations, classification of disasters and the Covid-19 pandemic, and the relationship between the Covid-19 pandemic and disaster in two tendencies of meaning. The results of this study indicated that the calamity referred to in the Qur'an is everything that befalls humans which happens by His will. The classification of disasters in the Covid-19 pandemic is both a blessing and a misfortune. Through ḥifz adjustments, the disaster meaning against the Covid-19 pandemic includes not only negative meanings, but also positive AwaliahPembahasan musibah tidak lepas dari bencana, pembahasan musibah terdapat pada Alquran dan Hadis, musibah yang terjadi sering dikaitkan karena adanya sebab akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari pernyataan tersebut masyarakat mengira bahwa bencana yang sering terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh azab yang diturunkan oleh Allah SWT untuk menegur manusia. bencana atau musibah terjadi bukan hanya karena ulah tangan manusia, melainkan ada faktor alam dan takdir yang menyebabkan adanya bencana yang menimpa manusia di muka bumi. Tetapi meskipun begitu manusia harus tetap menjaga lingkungan agar dapat meminimalisir bencana yang sewaktu-waktu terjadi tanpa bisa diprediksi oleh tekhnologi. Adapun sikap yang harus manusia ambil dalam menghadapi bencana yaitu, seperti ridha dan ikhlas terhadap segala ketetapan yang telah Allah SWT turunkan kepada manusia, mencari pelajaran atau hikmah atas bencana yang menimpa manusia, baik karena faktor alam atau karena ulah tangan manusia. Selain itu, manusia harus memiliki sikap empati terhadap muslim lainnya dan mendoakan yang terbaik atas takdir yang diberikan Allah SWT kepada manusia, karena sesama muslim adalah SunarsaThis paper aims to examine the Covid-19 outbreak from the perspective of the Koran based on Ibn Kathir's interpretation of the QS. al-Hadid 22-23. The research approach used is qualitative with library research method. The results of the study show that Ibn Kathir when interpreting the QS. al-Hadid 22-23 explains that disasters basically happen by the will of Allah SWT. and its occurrence was determined even before the creation of the universe. A correct understanding of the meaning of disaster can make it easier for humans to be patient, which can be used as an effective approach in strengthening mental resilience and making a person strong and resilient in the face of the Covid-19 outbreak. In addition, the commentary of Ibn Kathir can be applied in dealing with the Covid-19 outbreak, this Covid-19 disaster is God's destiny, and God's destiny must be good, and sunnah-kauniyah apply. Trying not to clash between aqidah and sharia, when there are differences regarding the implementation of worship in mosques in the midst of the Covid-19 Syihab al-Din Mahmud bin 'Abdillah. 1408 H. Ruh al-Ma'ani fi Tafsir Al-Qur'an al-'Azim wa al-Sab'i al-Matsani. Beirut Dar Di Era Modern Dalam Perspektif Pemikiran Quraish ShihabCandra DarmawanDarmawan, Candra. "Musibah Di Era Modern Dalam Perspektif Pemikiran Quraish Shihab." Yonetim Jurnal Manajemen Dakwah 1, no. 1 2018 dan Terjemah Maknanya. Solo Pustaka Tiga SerangkaDepartemen Agama Republik IndonesiaDepartemen Agama Republik Indonesia. 2009. Al-Qur'an dan Terjemah Maknanya. Solo Pustaka Tiga Besar Bahasa Indonesia, Cetakan 10R I Departemen Pendidikan NasionalDepartemen Pendidikan Nasional RI. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan 10. Jakarta, Balai Pustaka. Fiqh Muwajahah al-Masa'ib, 17 Maret 2021.Abu al-Fida' Isma'il. 1406 H. Tafsir Al-Qur'an al-Azim. Beirut al-Maktabah alIbn KasirIbn Kasir, Abu al-Fida' Isma'il. 1406 H. Tafsir Al-Qur'an al-Azim. Beirut al-Maktabah al-' bin Mukram. 1408 H . Lisan al-'Arab, Cetakan 2Ibn ManzurIbn Manzur, Muhammad bin Mukram. 1408 H. Lisan al-'Arab, Cetakan 2. Beirut, Dar Al-Qur'an Tentang MalapetakaMardanMardan. 2009. Wawasan Al-Qur'an Tentang Malapetaka. Tangerang Pustaka RuksinUlumRuksin, Raudatul ulum, "Agama di Tengah Musibah" Harmoni, Vol 19, No. 1, 2020.
.

orang beriman selalu mendapat ujian allah apakah kamu pernah mengalami